HERALD.ID, JAKARTA – Kabar dari Eropa berembus. Melintasi samudra dan menghentak hati para pencinta sepak bola Indonesia. Nama Louis van Gaal, maestro strategi dari Belanda, mendadak menjadi sorotan, bak bintang tua yang kembali bersinar di cakrawala sepak bola nasional.
Di sudut kota Amsterdam, sosok Van Gaal—73 tahun, dengan segala kejayaan yang melekat di namanya—tampak tenang dalam perannya sebagai konsultan di Ajax Amsterdam. Namun, angin dari Indonesia membawa bisikan tentang peran baru, tentang harapan yang ingin dijahitkan di dada Timnas Garuda. Kabarnya, PSSI tengah merencanakan kunjungan ke Belanda pada Februari mendatang. Sebuah pertemuan dirancang, dan dalam spekulasi yang bergulir liar, nama Van Gaal menjadi poros dari teka-teki ini.
Namun, bayangan itu bukan tanpa celah. “Louis Van Gaal? Sulit,” ujar Haris Pardede, pengamat sepak bola, dengan nada skeptis. “Usianya sudah 73 tahun, dan dia berjuang melawan penyakit serius. Bagaimana mungkin dia siap untuk mengemban tugas berat sebagai pelatih Timnas?”
Pernyataan ini menambah kerutan di kening para penggemar. Di sisi lain, Bung Harpa—sapaan akrab Haris—menawarkan narasi alternatif. “Lebih masuk akal jika Van Gaal diincar untuk menjadi direktur teknik,” katanya. “Peran yang tak menuntut intensitas fisik, tetapi memanfaatkan pengalamannya yang luar biasa.”
Di Jakarta, nama Van Gaal terucap di meja-meja diskusi dan sudut kafe yang penuh sesak oleh penggemar sepak bola. Di media sosial, perang pendapat membara. Ada yang menolak dengan dalih pragmatisme, ada pula yang mengangkat panji harapan, membayangkan tangan dingin Van Gaal membentuk Garuda muda menjadi kekuatan yang disegani.
PSSI tetap bungkam, seolah membiarkan teka-teki ini menjadi bagian dari drama yang terus bergulir. Tapi bagi rakyat Indonesia, ini bukan sekadar isu. Ini adalah cermin dari kerinduan yang dalam akan kebangkitan sepak bola nasional, sebuah harapan untuk melihat Timnas Garuda terbang tinggi, lebih tinggi dari sebelumnya.
Dan di tengah segala keraguan, bayangan Van Gaal tetap hidup—bukan sebagai jawaban pasti, tetapi sebagai simbol dari mimpi yang tak pernah padam. Entah sebagai pelatih atau direktur teknik, namanya telah menyusup ke dalam narasi perjalanan sepak bola Indonesia, menjadi bagian dari kisah panjang yang menanti babak berikutnya. (*)