HERALD.ID, MAKASSAR – Malam mulai memeluk Kota Makassar, saat Hj Maryam usai menjawab pertanyaan penyidik dalam 8 jam. Di balik keheningan itu, sebuah benang kusut penembakan suaminya, Rudy S. Gani, perlahan terurai.
Tragedi penembakan malam tahun baru di Pattuku Limpoe, Bone, yang menewaskan pengacara ternama itu, tidak hanya menyisakan duka, tetapi juga membuka babak panjang dari jejak ancaman yang melingkari hidupnya.
Sosok pria berinisial S, yang pernah melontarkan ancaman verbal, kini menjadi pusat perhatian. Hj. Maryam, membawa kisah penuh luka saat ia mengingat ancaman itu. “Mudah-mudahan kau lama tinggal di Pattuku Limpoe,” ujar S dengan nada dingin yang tak bisa ia lupakan. Kata-kata itu, meski terdengar sederhana, menyimpan makna mencekam—bayangan gelap yang kini nyata.
Di suatu kesempatan, saat keluarga Rudy berkumpul, S bahkan sempat mencoba melompati meja untuk menyerang ayah mendiang. “Dia mau pukul bapak saya, hanya karena bapak jadi saksi,” kenang Maryam, suaranya bergetar menahan emosi.
Namun ancaman S tak hanya terucap lewat kata. Ia adalah sosok yang dikenal mahir menembak, sebuah keahlian yang membuat Maryam dan keluarganya waspada. “Malam itu, kami lihat dia tembak kelelawar. Pintar sekali,” ucap Maryam. Ia bahkan menyebut senjata S dilengkapi teknologi infra merah, memungkinkan akurasi bidikan meski dalam gelap.
Ketakutan ini berubah menjadi kenyataan. Pada malam naas itu, Rudy ditemukan tak bernyawa. Sebuah peluru kaliber 8 mm menembus bawah matanya dan bersarang di tulang leher. Suara letusan itu tersamarkan suara petasan malam pergantian tahun.
Saat itu, Rudy S Gani yang tengah menyantap makanan bersama istrinya, tiba-tiba ambruk. Sang istri menyangka suaminya kaget dengan suara petasan dan pecah pembuluh darah. Saat di Puskesmas tempat suaminya dilarikan, Maryam baru sadar kalau sang suami tewas tertembak.
Petugas medis RS Bhayangkara Polda Sulsel, sudah mengeluarkan peluru. Sebuah peluru yang biasa ditembakkan dari senapan angin tabung.
Senjata yang diduga digunakan pelaku kini menjadi salah satu fokus penyelidikan. Polisi menemukan 11 senapan, beberapa di antaranya dilengkapi infrared, di sekitar lokasi kejadian.
Penyelidikan masih berjalan dengan intensitas tinggi. Kombes Pol Jamaluddin Farti, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel, mengungkapkan, hingga kini, 18 saksi telah diperiksa, termasuk para pekerja bangunan yang berada di dekat tempat kejadian.
“Sampai hari ini ada 18 saksi yang sudah kami mintai keterangan,” ujar Kombes Jamaluddin. Meski begitu, ia menegaskan bahwa proses ini belum selesai. “Kami butuh dukungan dan informasi dari masyarakat,” tambahnya, membuka pintu bagi kemungkinan baru yang dapat mempercepat pengungkapan kasus ini.
Di sisi lain, Maryam tak hanya diam. Ia membawa bukti-bukti elektronik—percakapan di WhatsApp dan unggahan Facebook yang diduga mengandung ancaman terhadap suaminya. Semua itu ia serahkan kepada penyidik dengan harapan dapat menjadi kunci dalam membuka tabir tragedi ini.
Kini, Maryam berdiri di antara puing-puing kenangan dan harapan. Kehilangan suami tercinta menjadi luka yang tak mungkin sembuh sepenuhnya, tetapi tekadnya untuk menuntut keadilan tak pernah goyah. Di tengah semua ketidakpastian, satu hal yang ia yakini adalah bahwa kebenaran akan terungkap. (*)