HERALD.ID, JAKARTA – Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Hj. Meity Rahmati, S.Pd, M.M., berdiri di depan sebuah aula sederhana yang dipenuhi wajah-wajah penuh harap. Sebagai Aleg Partai Keadilan Sejahtera, ia dikenal bukan hanya karena keberaniannya berbicara, tetapi juga karena kehangatan suaranya yang selalu menyapa dengan empati. Hari itu, ia berbicara tentang sesuatu yang mendalam—tentang mimpi, perjuangan, dan risiko yang sering kali tak terlihat.
“Saudara-saudaraku, hati-hatilah,” ujar Meity, menatap mereka dengan penuh kasih. “Jangan mudah tergiur oleh iming-iming gaji besar di luar negeri. Kadang, kilauan janji itu adalah bayangan semu yang membawa kita ke dalam jurang bahaya.”
Kisah Pilu Tiga Pejuang Mimpi
Kata-katanya merujuk pada sebuah kasus yang mencuat beberapa bulan lalu. Tiga calon pekerja migran dari Lampung Timur—berinisial I, H, dan AF—telah menjadi korban dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mereka, yang awalnya dijanjikan masa depan cerah di Jepang, justru terjebak dalam pusaran tipu daya.
“Dengar ini baik-baik,” lanjut Meity. “Mereka melaporkan tempat pelatihan kerja ke polisi, berharap keadilan. Tapi apa yang mereka dapatkan? Balasan berupa gugatan hukum senilai setengah miliar rupiah! Bayangkan, saudara-saudaraku, bagaimana rasanya menjadi korban, namun diperlakukan seolah pelaku?”
Air mata mulai tampak di sudut mata seorang ibu yang duduk di barisan depan. Barangkali ia mengenang putranya yang sedang bekerja jauh di negeri orang.
Pesan untuk Sulawesi Selatan
Meity, yang duduk di Komisi XIII DPR RI, menyampaikan pesan yang sangat spesifik untuk masyarakat Sulawesi Selatan. “Tahun lalu saja, lebih dari seribu saudara kita dari sini menjadi pekerja migran. Syukur alhamdulillah, belum ada kasus besar seperti ini. Tapi, bukan berarti kita bisa lengah.”