HERALD.ID, JAKARTA – Pengamat politik Selamat Ginting dalam podcast Anak Bangsa, mengupas hubungan politik antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Presiden Prabowo Subianto, dan Presiden sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi). Dalam paparannya, ia menyebut bahwa dinamika antara ketiga tokoh ini menjadi perhatian publik, terutama menyangkut arah politik PDIP dan Gerindra pasca Pilpres.

Selamat Ginting menyoroti pernyataan Megawati yang menyebut tidak ada masalah antara dirinya dengan Prabowo. Menurutnya, ini mencerminkan adanya kebutuhan PDIP untuk membangun aliansi dengan Gerindra guna menghadapi manuver politik yang mungkin dilakukan Jokowi.

Selamat juga menyebut Prabowo memainkan politik Sandi Yudha, yakni masuk melingkar ke internal Jokowi, kemudian mengakomodasi keinginan Jokowi, untuk kemudian melepaskan diri perlahan-lahan.

Pertemuan Strategis dan Implikasi Politik

Selamat menjelaskan, hubungan antara Jokowi dan Prabowo sudah menunjukkan kompleksitas sejak lama, salah satunya ketika Pilkada Jakarta. Saat itu, Prabowo menolak keras langkah Jokowi yang ingin menggugat kemenangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Prabowo bersikukuh bahwa kemenangan itu sudah jelas, dan menggugatnya hanya akan mengganggu stabilitas nasional,” ujar Selamat.

Ia juga mencatat intensitas pertemuan antara Prabowo dan Jokowi belakangan ini. Sejak Pilpres selesai, keduanya sudah bertemu tiga kali, termasuk dalam acara pernikahan keluarga Akbar Tanjung. Hal ini, menurutnya, memperlihatkan bagaimana kedua tokoh ini mencoba mempertahankan hubungan politik yang konstruktif.

Manuver Politik dan Faksi Internal PDIP

Selain itu, Selamat menyoroti persoalan internal PDIP, khususnya terkait Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Ia menyebut Hasto menjadi simbol faksi keras yang menentang Jokowi selama Pilpres, berbeda dengan Puan Maharani yang lebih bersikap netral. Dalam kasus hukum yang melibatkan Hasto, Selamat menilai bahwa upaya Megawati mempertahankan Hasto bisa menjadi bumerang bagi partai tersebut.

“Jika PDIP ingin mempertahankan marwah partai, Megawati perlu memastikan bahwa faksi-faksi yang ada tidak memperburuk citra partai. Kasus hukum Hasto, jika tidak ditangani dengan baik, dapat menyeret banyak pihak,” kata Selamat.

Penghapusan Jabatan Menko dan Dampaknya

Dalam analisisnya, Selamat juga menyoroti kemungkinan penghapusan posisi Menteri Koordinator (Menko). Menurutnya, ini bisa menjadi strategi untuk memperkuat kontrol terhadap menteri teknis. “Dengan menghapus jabatan Menko, otomatis para menteri teknis dapat bekerja lebih mandiri tanpa intervensi,” ujarnya.

Namun, ia menilai bahwa langkah ini juga membawa risiko, terutama bagi pihak-pihak yang selama ini bergantung pada posisi Menko sebagai alat akomodasi politik.

Masa Depan Politik 2029 dan Potensi Kekuasaan Prabowo

Menjelang Pemilu 2029, Selamat memprediksi bahwa nyaris tidak ada partai politik yang berani melawan penguasa. Menurutnya, kondisi ini mencerminkan lemahnya oposisi di Indonesia. “Jika tidak ada oposisi yang kuat sejak awal, kontestasi 2029 bisa menjadi ajang dominasi politik satu pihak, dengan Prabowo sebagai kandidat tunggal,” katanya.

Ia juga menambahkan bahwa partai-partai kecil seperti PSI tidak memiliki kekuatan politik yang memadai untuk menjadi kendaraan Jokowi atau figur lain dalam kontestasi mendatang. Oleh karena itu, Jokowi mungkin akan mencari celah di partai besar seperti Golkar.

Kesimpulan dan Tantangan bagi PDIP

Di akhir analisisnya, Selamat menegaskan, PDIP menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan soliditas internal dan kredibilitasnya di mata publik. Megawati, menurutnya, harus mampu mengelola hubungan politik dengan Prabowo tanpa mengorbankan integritas partainya. Di sisi lain, Prabowo juga harus berhati-hati agar tidak menciptakan friksi yang justru merugikan koalisi yang telah terbentuk.

“Publik menunggu bagaimana PDIP dan Gerindra akan memainkan peran mereka di bawah kepemimpinan Prabowo. Dalam politik, perbedaan strategi bisa menjadi kekuatan atau malah menjadi titik lemah yang dieksploitasi oleh lawan,” pungkasnya. (*)