Oleh: Abdul Rahman Farisi (Ekonom/Politisi DPP Partai Golkar)

HERALD.ID – Hilirisasi sumber daya alam Indonesia bukan hanya sekadar strategi ekonomi, melainkan sebuah panggilan untuk memperjuangkan kedaulatan bangsa. Dalam pidatonya yang penuh visi, Menteri ESDM sekaligus Ketua Satgas Hilirisasi, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa hilirisasi adalah jalan wajib untuk memastikan kekayaan alam Indonesia memberikan manfaat maksimal bagi rakyatnya.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan jalan yang tidak mudah. Bahlil menyadari, tanpa dukungan dari sektor perbankan nasional, upaya ini akan menghadapi banyak kendala. Saat ini, syarat perbankan lokal yang mensyaratkan ekuitas 30-40% telah membuat pengusaha lokal kesulitan mengakses pembiayaan. Akibatnya, mereka memilih mencari pendanaan dari luar negeri, dengan konsekuensi besar: 60% dari devisa hasil ekspor justru kembali ke luar negeri untuk membayar pinjaman dan bunga.

Proyek Besar Membutuhkan Solusi Besar

Proyek investasi berskala besar yang memakan waktu dan proses pembangunan lebih dari satu tahun memerlukan sumber pembiayaan yang sangat kuat. Kesiapan lembaga finansial lokal, khususnya bank-bank besar di Indonesia, perlu ditingkatkan untuk menghadapi tantangan dan risiko investasi semacam ini. Solusi ideal untuk permasalahan ini adalah pembentukan konsorsium bank-bank besar, baik dari BUMN maupun bank umum swasta nasional.

Selain itu, proyek-proyek besar seperti ini dapat memanfaatkan sumber dana pihak ketiga dari luar negeri. Langkah ini tidak hanya menjaga ketersediaan loanable fund bank umum untuk bisnis yang telah berjalan, tetapi juga membuka peluang pembiayaan dengan lebih leluasa. Penerbitan global bonds atau instrumen financial serupa oleh bank nasional akan memberikan suntikan dana segar tanpa memicu efek crowding out terhadap ketersediaan dana segar sebagai sumber pembiayaan dalam sistem perbankan domestik.

Katalis Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Semangat Menteri Bahlil untuk memprioritaskan lembaga keuangan lokal adalah peluang sekaligus tantangan besar bagi industri keuangan Indonesia. Keberhasilan sektor finansial dalam mendukung pembiayaan hilirisasi sektor pertambangan akan menjadi preseden positif bagi kapasitas dan reputasi industri finansial Indonesia di mata dunia internasional.

Lebih dari itu, dengan menggunakan sumber daya lokal, program hilirisasi sektor pertambangan memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Efek berganda (multiplier effect) dari program ini akan dirasakan langsung oleh berbagai sektor, termasuk industri finansial domestik.

Hilirisasi sebagai Momentum Nasional

Apa yang diusulkan oleh Bahlil adalah tantangan sekaligus peluang besar bagi Indonesia. Jika sektor perbankan yang nantinya akan membentuk konsorsium pembiayaan Hilirisasi dapat berhasil mendanai proyek hilirisasi, maka hal ini tidak hanya akan menciptakan nilai tambah ekonomi, tetapi juga memperkuat struktur keuangan dan meningkatkan reputasi Indonesia sebagai negara yang mampu membiayai proyek berskala global.

Pada akhirnya, hilirisasi bukan hanya soal ekonomi, melainkan tentang martabat bangsa. Ketika 60% hasil ekspor kembali ke luar negeri, kita menyerahkan kedaulatan ekonomi kita kepada pihak lain. Dengan hilirisasi, kita memiliki peluang untuk merebut kembali kedaulatan tersebut—untuk memastikan bahwa kekayaan yang berasal dari tanah air sepenuhnya dinikmati oleh rakyat Indonesia.

Sebagai bangsa, kita tidak boleh menyerah pada tantangan ini. Sinergi antara pemerintah, sektor perbankan, dan pelaku industri adalah kunci utama keberhasilan hilirisasi. Dengan langkah berani ini, kita bersama-sama menciptakan tonggak sejarah baru bagi perekonomian nasional, dan lebih dari itu, menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu berdiri tegak di atas kakinya sendiri. (*)