HERALD.ID, BANDUNG – Aksi demonstrasi ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Ilmu Pengetahuan (Kemdiktisaintek), menyoroti Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro yang dituduh otoriter, pemarah, hingga dilabeli “menteri zalim.”

Namun, di tengah suasana panas, Satryo tetap tenang saat memberikan pernyataan usai menghadiri pelantikan Rektor ITB. Dengan nada yang terukur, ia membantah tegas tuduhan dirinya kerap marah-marah dan bahkan menampar pegawai.

“Tidak ada, itu tidak benar,” ujar Satryo, seraya menegaskan, aksi para pendemo adalah upaya menarik perhatian publik. “Pendemo kan cari sesuatu yang menarik, intinya kita sedang bersih-bersih.”

Pernyataan Satryo ini seolah menjadi respons dingin atas gejolak panas di kantornya. Pagi itu, ratusan pegawai Kemdiktisaintek memenuhi halaman kantor kementerian di Jakarta, membawa spanduk berisi kritik tajam seperti “Institusi negara bukan perusahaan pribadi Satryo dan istri!” hingga “Kami ASN, dibayar oleh negara, bekerja untuk negara, bukan babu keluarga!”.

Aksi yang Sarat Simbolisme

Karangan bunga pun menghiasi aksi tersebut, dengan pesan-pesan sarkastik yang menyebut Satryo sebagai “Menteri Zalim” dan “Penguasa Tanpa Hati.” Bahkan, saat mobil dinas berplat RI-25 melintas, para pendemo ramai-ramai meneriakkan seruan “Turun!”.

Tudingan yang dilemparkan oleh para pendemo bukan tanpa konteks. Aksi ini merupakan puncak dari ketegangan setelah sejumlah pegawai dipecat atas dugaan pelanggaran disiplin. Namun, bagi para pendemo, langkah ini dipandang sepihak dan tidak transparan.

“Kami Sedang Bersih-Bersih”

Di tengah situasi ini, Satryo menegaskan, langkah-langkah yang diambil oleh kementeriannya adalah bagian dari upaya reformasi birokrasi. “Intinya kita sedang bersih-bersih,” ucapnya, memberikan sinyal bahwa ia tidak akan mundur dari kebijakan yang dianggap perlu untuk menjaga integritas institusi.

Namun, di balik retorika reformasi, suara-suara skeptis bermunculan. Para pegawai mempertanyakan apakah langkah “bersih-bersih” tersebut benar-benar mengutamakan keadilan, atau hanya menjadi alat kekuasaan yang berlebihan.

Istana dan Harapan Dialog

Di sisi lain, Istana Kepresidenan mencoba meredam ketegangan dengan mendorong dialog antara kedua pihak. Dalam pernyataan singkat, juru bicara Istana menegaskan, penyelesaian harus dilakukan secara hati-hati dan menghormati asas keadilan.

“Menteri Satryo harus menjadikan ini sebagai momen refleksi,” kata seorang analis politik. “Bagaimana menjaga keseimbangan antara disiplin birokrasi dan penghormatan terhadap hak-hak pegawai.”

Bayang-Bayang Krisis Kepemimpinan

Aksi ini menjadi ujian berat bagi Satryo, yang dikenal sebagai figur akademik dengan visi besar untuk pendidikan dan riset. Namun, insiden ini juga menunjukkan tantangan besar dalam memimpin kementerian yang kompleks dengan berbagai dinamika di dalamnya.

Saat malam turun di Bandung, Satryo melangkah meninggalkan kampus ITB, membawa beban isu yang lebih besar daripada agenda hari itu. Di Jakarta, ratusan ASN masih menanti keadilan yang mereka dambakan, sementara Satryo harus membuktikan bahwa reformasi yang ia canangkan tidak hanya sekadar jargon, tetapi sebuah perubahan yang benar-benar adil.

Narasi ini belum mencapai akhirnya. Apakah Satryo akan berhasil meredam gejolak di kementeriannya, atau justru aksi ini menjadi awal dari lembaran baru perlawanan birokrasi? Hanya waktu yang akan menjawab. (*)