HERALD.ID, JAKARTA – PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN) berkomitmen untuk menerapkan strategi kesetaraan harga layanan guna menghindari ‘kanibalisme’ produk setelah merger dengan XL Axiata terwujud.
CEO Smartfren, Andrijanto Muljono, menyatakan bahwa baik produk XL maupun Smartfren akan tetap berjalan secara bersamaan tanpa ada produk yang dihentikan pasca-merger.
“Secara merek, XL Axiata dan Smartfren akan menyasar seluruh segmen pasar. Namun, produk layanan dari masing-masing merek akan dibagi sesuai segmen, dengan besaran kuota yang disepakati bersama untuk mencegah saling merugikan,” kata Andrijanto.
Sebagai contoh, untuk produk layanan seharga Rp50.000 per bulan, baik XL maupun Smartfren akan menawarkan produk dengan besaran kuota yang disesuaikan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah produk salah satu perusahaan menjadi terlalu murah atau “toxic,” yang berpotensi menurunkan pendapatan kedua pihak.
Hingga akhir September 2024, XL Axiata mencatat jumlah pelanggan sebanyak 58,6 juta, sementara Smartfren mencapai 34,7 juta.
Jika digabungkan, kedua perusahaan memiliki total pelanggan hingga 93,3 juta, dengan kontribusi dari produk unggulan masing-masing.
Andrijanto menambahkan, rata-rata pendapatan per pelanggan (ARPU) Smartfren cenderung tinggi di wilayah tertentu, seperti Jawa Tengah, di mana perusahaan memiliki jaringan yang kuat.
Namun, secara nasional, ARPU terlihat lebih rendah karena adanya variasi produk premium dan non-premium di berbagai wilayah.
Merger kedua perusahaan memberikan manfaat nyata bagi pelanggan. Jaringan yang lebih luas memungkinkan pelanggan Smartfren untuk tetap terhubung di mana saja, sementara pelanggan XL Axiata dapat menikmati layanan yang optimal melalui penyesuaian kapasitas jaringan.
“Sebanyak 30% jaringan kami yang sebelumnya redundan akan dialihkan untuk memperluas cakupan dan meningkatkan kapasitas. Ini memastikan pelanggan tetap mendapatkan konektivitas yang prima,” ujar Andrijanto.
Dalam memperluas basis pelanggan, Smartfren mengandalkan 4.000 Smartfren Gadget Specialist (SGS) yang tersebar di konter-konter smartphone besar di seluruh Indonesia. SGS ini bertugas memberikan layanan dan advokasi kepada pelanggan baru maupun pelanggan operator lain agar beralih ke Smartfren.
Dalam satu bulan, SGS diklaim mampu menarik hingga 3 juta pelanggan baru, dengan target harian mencapai 100.000 pengguna baru. Strategi ini dikenal sebagai AFA Strategy (Availability, Feasibility, Advocacy).
“Aktivitas di jalur online hanya menyumbang kurang dari 1% per tahun. Mayoritas masyarakat masih mengandalkan jalur offline untuk top-up dan pembelian layanan. Di sinilah SGS memainkan peran penting,” jelas Andrijanto.
Smartfren tidak menempatkan SGS di outlet kecil untuk menghindari biaya operasional yang tinggi. Sebanyak 4.000 SGS hanya ditempatkan di outlet besar yang dianggap strategis secara bisnis.
Melalui langkah-langkah strategis ini, Smartfren optimis merger dengan XL Axiata akan menciptakan sinergi yang membawa manfaat signifikan bagi pelanggan dan meningkatkan daya saing perusahaan di industri telekomunikasi. (Ren)