HERALD.ID, JAKARTA – Penggeledahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem, Satori, di Cirebon, Jawa Barat, menjadi sorotan tajam. Operasi ini terkait penyelidikan dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) yang menyeret nama sejumlah anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024.

Dokumen-dokumen penting yang disita dari rumah Satori diyakini menjadi bukti krusial dalam mengungkap aliran dana CSR BI. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa tim penyidik sedang mendalami dokumen-dokumen tersebut untuk mengidentifikasi pola penyelewengan.

Dugaan Korupsi CSR BI: Skenario dan Modus Operandi
Menurut Asep, penyelewengan dana CSR BI diduga melibatkan dua skema utama. Pertama, dana disalurkan melalui yayasan yang direkomendasikan oleh anggota DPR, yang sering kali memiliki hubungan afiliasi dengan pihak-pihak tertentu. Kedua, dana digunakan melalui yayasan milik pribadi anggota DPR atau pihak terdekatnya.

“Kami mendalami keterangan Satori yang menyebutkan dana CSR BI menjangkau hampir seluruh anggota Komisi XI DPR RI,” ujar Asep.

Satori sebelumnya telah menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK pada Desember 2024. Ia mengaku dana tersebut digunakan untuk kegiatan sosialisasi di daerah pemilihan (dapil) anggota DPR, namun tidak menjelaskan detail penerima manfaatnya.

Nama-Nama yang Disebut dalam Kasus
Kasus ini tidak hanya menyeret nama Satori, tetapi juga anggota DPR dari berbagai fraksi lainnya. Mereka termasuk Heri Gunawan (Gerindra), Fauzi Amro (NasDem), Rajiv (NasDem), Kahar Muzakir (Golkar), Dolfi (PDIP), Fathan Subchi (PKB), Amir Uskara (PPP), dan Ecky Awal Mucharram (PKS).

KPK menegaskan bahwa penyelidikan ini masih berlangsung untuk memastikan apakah penyaluran dana sesuai peruntukannya atau tidak. “Ada dugaan kuat bahwa dana CSR ini digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk program sosial yang seharusnya,” kata Asep.