HERALD.ID – Raksasa teknologi Google kembali menjadi sorotan akibat pelanggaran hukum persaingan usaha. Kemarin 22 Januari 2025, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda sebesar Rp202,5 miliar kepada Google LLC atas praktik monopoli dalam sistem layanan pembayaran di Google Play Store melalui Google Play Billing System (GPB System).
Ketua Majelis Komisi KPPU, Hilman Pujana, mengungkapkan bahwa Google terbukti menggunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan menghambat pengembangan teknologi, sebagaimana diatur dalam Perkara No. 03/KPPU-I/2024.
Dalam putusannya, KPPU memerintahkan Google untuk menghentikan kewajiban penggunaan GPB System di Google Play Store dan memberikan kesempatan kepada pengembang aplikasi untuk menggunakan program User Choice Billing (UCB) dengan insentif berupa pengurangan biaya layanan minimal 5% selama satu tahun setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Google dinyatakan melanggar Pasal 17, 19 huruf a dan b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perusahaan ini mewajibkan pengembang aplikasi untuk menggunakan GPB System sebagai syarat distribusi aplikasi di Google Play Store, dengan ancaman penghapusan aplikasi bagi yang tidak patuh.
Kasus monopoli ini bukan yang pertama bagi Google. Di Prancis, Jepang, dan Amerika Serikat, Google telah menghadapi tuntutan hukum serupa.
Pada 2021, badan antimonopoli Prancis menjatuhkan denda sebesar 220 juta euro (Rp3,82 triliun) kepada Google atas distorsi pasar periklanan digital. Google dituding menggunakan dominasinya untuk mengacaukan proses penjualan iklan demi keuntungan sendiri.
Selain membayar denda, Google berkomitmen mengubah praktik bisnisnya di pasar periklanan global.
Di Jepang, Komisi Perdagangan Adil Jepang (JFTC) menyoroti tindakan Google yang memaksa produsen ponsel pintar Android untuk memasang Google Search dan Chrome sebagai syarat akses ke Google Play.
Praktik ini dinilai mengecualikan pesaing dan membatasi aktivitas bisnis mitra Google.Sementara itu, di Amerika Serikat, Departemen Kehakiman (DOJ) bersama negara bagian mendorong pemisahan bisnis Google, termasuk penjualan paksa browser Chrome.
Langkah ini bertujuan menghentikan dominasi Google atas akses pencarian daring dan memberikan peluang lebih besar bagi pesaing.
Dengan total denda miliaran dolar di berbagai negara, Google menghadapi tekanan besar untuk mereformasi kebijakan bisnisnya. Di Indonesia, keputusan KPPU menjadi peringatan tegas bagi perusahaan teknologi besar untuk menghormati hukum persaingan usaha. (Ren)