HERALD.ID, JAKARTA – Setelah bertahun-tahun menjadi buron, Paulus Tannos, tersangka kasus korupsi mega proyek e-KTP, akhirnya ditangkap di Singapura. Meskipun telah mengubah kewarganegaraan, Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan keyakinannya bahwa proses ekstradisi berjalan lancar.
“Ya, saya kira mudah-mudahan semuanya lancar,” ujar Setyo di Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 24 Januari 2025. Pernyataan ini menjadi harapan, Tannos dapat segera dibawa kembali ke Indonesia untuk menghadapi proses hukum.
Strategi Pelarian: Nama dan Kewarganegaraan Baru
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 2019, Tannos menggunakan berbagai strategi untuk menghindari penegak hukum. Salah satu langkah drastisnya adalah mengganti identitas dan memperoleh paspor dari negara di Afrika Selatan. Meski demikian, upaya KPK yang melibatkan koordinasi internasional akhirnya membuahkan hasil.
“Yang bersangkutan sudah berganti identitas, tapi lokasi keberadaannya telah kami ketahui sejak 2023,” ungkap Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri.
Langkah berikutnya adalah proses ekstradisi, yang memerlukan kerja sama erat antara KPK, Kementerian Hukum dan HAM, serta otoritas Singapura.
Jejak Korupsi dan Kerugian Negara
Paulus Tannos, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, diduga melakukan kongkalikong dalam proyek e-KTP. Bersama sejumlah pihak, ia disebut merancang skema pemenangan konsorsium PNRI, yang melibatkan pembagian fee sebesar 5 persen kepada anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Perusahaan milik Tannos disebut menerima keuntungan sebesar Rp 145,85 miliar dari proyek ini, sebagaimana terungkap dalam vonis terhadap mantan Ketua DPR, Setya Novanto. Total kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 2,3 triliun.
Harapan di Ujung Ekstradisi
Penangkapan Tannos menjadi tonggak penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK berharap agar proses ekstradisi tidak menemui hambatan, meski status kewarganegaraan baru Tannos sempat menjadi tantangan.
“Kami terus melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan menunggu proses lebih lanjut,” tambah Setyo.
Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi kemampuan penegakan hukum nasional, tetapi juga cerminan kolaborasi lintas negara dalam memberantas kejahatan korupsi. Dengan kembalinya Paulus Tannos ke Indonesia, publik menanti akhir dari salah satu skandal terbesar dalam sejarah bangsa ini. (*)