HERALD.ID, YOGYAKARTA – Masalah sampah, terutama plastik, masih menjadi isu lingkungan yang mengkhawatirkan di Indonesia. National Plastic Action Partnership (NPAP) memprediksi, pada 2025, Indonesia akan menghasilkan sekitar 800.000 ton sampah plastik. Bahkan, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) memperingatkan bahwa pada 2050, perairan Indonesia bisa lebih banyak dipenuhi sampah plastik daripada ikan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Indonesia bergerak cepat dengan berbagai inisiatif. Salah satunya, melalui program pengelolaan sampah berbasis kawasan yang diharapkan dapat mengurangi volume sampah yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Pengelolaan Sampah Dimulai dari Kawasan

Kepala Deputi Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) KLH, Drs. Ade Palguna Ruteka, menekankan pentingnya pengelolaan sampah di tingkat kawasan sebelum dibuang ke TPA. Menurutnya, kawasan memiliki peran penting dalam mengelola sampah agar yang dibuang ke TPA hanya berupa residu yang tidak dapat didaur ulang.

“Pengelolaan sampah yang baik dimulai dari kawasan. Di kawasanlah semua sampah harus dikelola dengan baik sehingga yang sampai ke TPA hanya sampah sisa yang tidak bisa diproses lagi,” ujar Ade Palguna, yang turut mendampingi Menteri Pariwisata Indonesia, Widiyanti Putri Wardhana, pada peluncuran Gerakan Wisata Bersih (GWB) di Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul, DIY, pada Kamis, 23 Januari 2025.

Mengajak Masyarakat untuk Daur Ulang Sampah

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Widiyanti Putri Wardhana, juga menyampaikan pentingnya peran masyarakat, khususnya pelaku wisata, dalam menangani sampah. Menurut Widiyanti, sampah yang tidak terkelola dengan baik dapat merusak daya tarik destinasi wisata, sehingga wisatawan enggan berkunjung. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk berperan aktif dalam mengelola sampah, salah satunya dengan mendaur ulang sampah plastik menjadi pupuk kompos.

“Sosialisasi kepada masyarakat dan wisatawan sangat penting agar mereka tidak membuang sampah sembarangan. Jika memungkinkan, sampah plastik dapat dipisahkan dan didaur ulang menjadi kompos,” kata Widiyanti.

Selain itu, Kemenparekraf juga berencana bekerja sama dengan akademisi untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat sekitar dalam mengolah sampah menjadi produk bernilai ekonomi, sebagai langkah awal menuju destinasi wisata yang lebih ramah lingkungan.