HERALD.ID, JAKARTA – Pemilu Kabupaten Banggai tahun 2024 memasuki babak baru yang penuh ketegangan. Dalam persidangan yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi, Jumat, 24 Januari 2025, Kuasa Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Banggai, Mahrus Ali, mengungkapkan berbagai permasalahan yang menjadi sorotan dalam sengketa Pemilu tersebut. Dari tuduhan manipulasi anggaran hingga keabsahan pemilih, KPU banggai membantah setiap klaim dan membacakan argumentasi rinci terkait permasalahan yang ada.
Ketegangan memuncak dalam sidang sengketa Pemilu Kabupaten Banggai 2024 di Mahkamah Konstitusi yang dipimpin Saldi Isra. Kuasa hukum KPU Kabupaten Banggai, Mahrus Ali, mengawali dengan membacakan poin-poin argumen yang mengkritisi tuduhan pemohon terkait berbagai isu Pemilu. Salah satu permasalahan utama yang menjadi sorotan adalah dugaan kebijakan yang menguntungkan calon Bupati nomor urut 1 dengan melimpahkan sebagian wewenang Bupati kepada camat, yang seharusnya dilaksanakan pada tahun 2025, namun dipercepat menjadi 2024.
Dalam argumennya, Mahrus Ali menegaskan, tuduhan mengenai kebijakan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh Bawaslu, dan dalam perbaikan permohonan, beberapa poin yang dianggap menjadi masalah sebelumnya telah dijawab dengan rinci. Dari anggaran hingga pemilih yang terdaftar, setiap langkah dilakukan dengan transparansi dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Tak hanya itu, salah satu kejadian di TPS 001 Desa Rata, Kecamatan Toili Barat, menjadi sorotan. Pemohon mengklaim, kepala desa mengarahkan pemilih untuk memilih calon Bupati nomor urut 1, namun fakta di lapangan berbeda—pemohon justru meraih suara terbanyak di TPS tersebut. Mahrus Ali menegaskan bahwa setiap laporan dan kejadian yang mengarah pada dugaan pelanggaran sudah diselidiki dan dibenarkan oleh Bawaslu.
Tak kalah pentingnya, adalah isu pemilih yang dianggap tidak terverifikasi dan tervalidasi dengan baik di 48 TPS di Kabupaten Banggai. Pemohon mengkritik adanya tanda tangan serupa di 42 TPS, pemilih yang memilih lebih dari sekali, hingga pemilih yang menggunakan ijazah atau kartu keluarga sebagai identitas. Namun, KPU Banggai memberikan klarifikasi bahwa semua pemilih yang terdaftar sesuai dengan ketentuan, bahkan bagi mereka yang baru lulus dan belum menerima KTP, ijazah yang digunakan sah dan valid.
Dalam kesimpulannya, KPU Kabupaten Banggai memohon agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan Eksepsi mereka dan menolak permohonan pemohon. Semua klaim yang diajukan oleh pemohon dianggap tidak berdasar, dan keputusan KPU harus tetap berlaku demi kelancaran pelaksanaan Pemilu yang adil dan demokratis. (*)