HERALD.ID, JAKARTA – Di bawah pimpinan Hakim Konstitusi Saldi Isra, sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Kabupaten Banggai di Gedung MK, Jumat, 24 Januari 2025, menjadi ajang pertarungan argumen yang penuh intrik. Kuasa hukum pihak terkait, Muhammad Nursal, menghadirkan pembelaan lugas atas tuduhan pemohon terkait dugaan penyalahgunaan anggaran, mobilisasi aparatur daerah, dan pelanggaran di TPS. Apakah argumen ini mampu meyakinkan Mahkamah Konstitusi?

Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Kabupaten Banggai berlangsung di Mahkamah Konstitusi dengan sorotan tajam dari berbagai pihak. Di bawah kepemimpinan Hakim Konstitusi Saldi Isra, sidang ini mengupas tuntas klaim-klaim yang diajukan oleh pemohon terhadap Bupati terpilih. Kuasa hukum pihak terkait, Muhammad Nursal, dengan tegas menyatakan bahwa seluruh tuduhan tersebut tidak berdasar dan bertolak belakang dengan fakta hukum.

Pada pokoknya, tiga isu utama mendominasi sidang ini: dugaan penyalahgunaan program realisasi anggaran pelimpahan kewenangan, mobilisasi struktur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan pelanggaran di 47 Tempat Pemungutan Suara (TPS).

“Dugaan pelanggaran terkait pelimpahan kewenangan Bupati kepada Camat tidak memiliki landasan hukum yang kuat,” tegas Muhammad Nursal. Ia menjelaskan bahwa pelimpahan kewenangan telah sesuai dengan Pasal 226 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan didasarkan pada Peraturan Bupati Nomor 49 Tahun 2023. Bahkan, realisasi anggaran yang dipermasalahkan tidak ada kaitannya dengan kepentingan politik, melainkan merupakan kebijakan administratif yang sah.

Isu kedua mengenai mobilisasi struktur SKPD juga dibantah. Menurut Nursal, surat edaran Bupati tertanggal 23 Agustus 2024 yang mengatur netralitas aparatur daerah menunjukkan komitmen untuk menjalankan pemerintahan yang bersih dan adil. “Tidak ada bukti bahwa kebijakan ini dimanfaatkan untuk keuntungan politik pihak tertentu,” lanjutnya.

Pada isu pelanggaran di 47 TPS, tim hukum pihak terkait memaparkan secara rinci bahwa klaim tanda tangan serupa dan pemilih tanpa KTP tidak cukup untuk membuktikan adanya pelanggaran serius. Sebanyak 45 dari 47 pelanggaran yang dituduhkan telah mendapat tanggapan dan tindakan dari Bawaslu, sementara sisanya terbukti tidak berdasar.

“Tindakan-tindakan yang diajukan pemohon sudah ditindaklanjuti oleh Bawaslu dan pengadilan terkait,” papar Nursal. Ia menambahkan bahwa daftar pemilih tetap (DPT) telah melalui verifikasi ketat, dan semua pemilih yang menggunakan hak suaranya memiliki dokumen sah.

Dalam kesimpulannya, pihak terkait memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menolak seluruh permohonan pemohon dan menyatakan keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banggai tetap sah. “Keputusan ini mencerminkan proses demokrasi yang sehat dan sesuai hukum,” pungkas Nursal. (*)