HERALD.ID, JAKARTA – Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, menegaskan bahwa pejabat negara harus mengedepankan mentalitas melayani, bukan justru menuntut dilayani bak raja. Peringatan ini muncul setelah beredar rekaman suara yang diduga milik Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, memperlihatkan kemarahan atas pelayanan di rumah dinasnya.

“Pemimpin itu harus walk the talk, artinya melayani rakyat, bukan justru meminta pelayanan istimewa dari bawahannya,” tegas Alissa dalam pernyataannya di Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, Jakarta Pusat, Selasa, 28 Januari 2025.

Arogansi Pejabat dan Evaluasi 100 Hari Pemerintahan

Kasus yang menyeret nama Satryo hanyalah satu dari serangkaian insiden yang menyoroti sikap arogan pejabat dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Alissa menyoroti bagaimana pengawalan patwal pejabat negara, termasuk insiden Raffi Ahmad yang menunjuk-nunjuk sopir taksi, mencerminkan budaya kekuasaan yang semakin menjauh dari esensi pelayanan publik.

Selain itu, mundurnya Gus Miftah sebagai Utusan Khusus Presiden setelah candaan kasarnya kepada seorang pedagang es teh semakin memperjelas urgensi perombakan etika dalam pemerintahan.

“Persoalan ini lebih besar dari sekadar satu atau dua individu. Ada pola arogansi yang perlu dikoreksi agar pejabat kembali memahami bahwa jabatan adalah amanah, bukan fasilitas untuk dilayani,” tambah Alissa.

Birokrasi yang Berlebihan: Seremoni atau Esensi?

Alissa juga menyoroti kebiasaan pemerintahan saat ini yang lebih sibuk dengan seremoni ketimbang substansi. Ia menyinggung kecenderungan acara-acara kementerian yang penuh dekorasi mewah, menghabiskan anggaran tanpa urgensi yang jelas.

“Bunga-bunga ini bukan hanya literal, tetapi juga simbolik. Terlalu banyak seremoni berbunga-bunga, sementara substansinya minim. Ini yang harus dikoreksi agar pemerintahan benar-benar bekerja untuk rakyat,” pungkasnya.

Dengan semakin tajamnya kritik terhadap mentalitas pejabat dalam kabinet saat ini, publik menantikan langkah konkret Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran untuk mengembalikan esensi pemerintahan sebagai pelayan rakyat, bukan penguasa yang haus kehormatan. (*)