HERALD.ID, JAKARTA – Polemik pagar laut sepanjang 30 km di Tangerang memasuki babak baru. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengambil langkah tegas dengan mencopot enam pejabat di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.

Keputusan ini diambil setelah audit investigatif internal mengungkap adanya pelanggaran dalam penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Milik (SHM) di kawasan tersebut.

Menurut Nusron, sanksi berat dijatuhkan kepada pejabat yang terbukti terlibat dalam penerbitan sertifikat di atas area yang diduga melanggar aturan.

“Kita memberikan sanksi berat berupa pembebasan dan penghentian dari jabatan kepada enam pegawai, serta sanksi berat kepada dua pegawai lainnya,” ujar Nusron dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/1/2025) kemarin.

Meski tidak merinci siapa saja yang dicopot, Nusron menyebut inisial delapan pejabat yang mendapatkan sanksi, termasuk JS (Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang saat penerbitan sertifikat), SH (mantan Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran), serta ET (mantan Kepala Seksi Survei dan Pemetaan). Selain itu, WS, YS, NS, LM, dan KA juga turut dijatuhi sanksi karena diduga terlibat dalam proses yang cacat prosedur.

Tidak hanya pejabat pertanahan, Nusron juga mencabut lisensi Kantor Jasa Survei Berlisensi (KJSB) yang terlibat dalam pengukuran dan survei penerbitan SHGB serta SHM di area pagar laut tersebut. Langkah ini diambil untuk mencegah terulangnya pelanggaran serupa di masa mendatang.

“Yang melakukan survei dan pengukuran itu adalah perusahaan swasta. Maka, lisensi mereka dicabut agar ada efek jera,” tegas Nusron.

Kasus ini bermula dari temuan bahwa pagar laut misterius di Tangerang ternyata telah memiliki sertifikat resmi. Total terdapat 263 bidang tanah di atas pagar laut yang telah bersertifikat.

Dari jumlah tersebut, 234 bidang tercatat atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, sementara sembilan bidang terdaftar sebagai SHGB atas nama perseorangan, dan 17 bidang memiliki SHM.

Namun, setelah dilakukan audit, penerbitan sertifikat tersebut dinyatakan cacat prosedur. Artinya, proses legalisasi lahan yang dilakukan melanggar aturan yang berlaku.

Aturan Tata Kelola Lahan

Skandal ini semakin menyoroti permasalahan tata kelola lahan di Indonesia, terutama di kawasan pesisir.

Dalam konteks kebijakan pertanahan, Surat Edaran Nomor 4/SE-100.PG.01.01/II/2022 dari Kementerian ATR/BPN menegaskan bahwa kawasan lindung, termasuk pesisir dan sempadan pantai, tidak dapat diberikan hak kepemilikan tanah kecuali dalam kondisi tertentu. (*)