HERALD.ID, JAKARTA — Kasus pagar laut dikeroyok Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Bareskrim Polri. Ketiga lembaga hukum itu sedang mengusut kasus ini.
Kejagung diketahui telah memulai penyelidikan kasus ini sejak minggu lalu. Sementara KPK baru mengumumkan hari ini bersama Bareskrim Polri meski laporan sudah mereka terima sejak beberapa hari lalu.
KPK memastikan penanganan terhadap laporan yang diterima komisi antirasuah terkait dugaan korupsi kasus pagar laut tidak bertabrakan dengan penyelidikan pagar laut yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
“KPK akan melakukan proses analisa, verifikasi, dan mencari dari sisi-sisi yang tidak bertabrakan dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat.
Tessa mengatakan apabila suatu perkara korupsi telah ditangani oleh aparat penegak hukum lainnya, maka KPK akan tetap mengamati perkembangan perkara tersebut dari sudut pandang yang berbeda.
“Kami akan mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda terhadap objek yang sedang disorot dan apakah ada tindak pidana korupsi yang dapat diusut dan ditindaklanjuti oleh KPK,” ujarnya dikutip dari Republika.co.id.
Terkait apakah pihak KPK telah berkoordinasi dengan Kejagung terkait penanganan perkara pagar laut,Tessa belum menerima informasi apakah pihak KPK telah berkoordinasi dengan Kejagung dalam penanganan laporan terkait pagar laut.
“Ada tidaknya koordinasi dengan Kejaksaan Agung karena mereka juga melakukan penyelidikan, ini saya belum dapat info,” tuturnya.
Untuk diketahui, KPK telah menerima dua laporan soal dugaan korupsi terkait pagar laut. Laporan pertama dilayangkan Koordinator Masyarakat Anti-korupsi (MAKI) Boyamin Saiman pada Kamis (23/1/2025). Sedangkan laporan kedua dilayangkan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011—2015 Abraham Samad bersama dengan Koalisi Masyarakat Antikorupsi pada Jumat (31/1/2025).
Materi laporan keduanya adalah terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan hak milik (HM) untuk pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Djuhandani Rahardjo Puro mengungkapkan, timnya sudah memulai proses penyelidikan terkait dengan kasus pagar laut sepanjang 30,16 Km yang menguasai kawasan laut utara itu.
Bareskrim Polri mengungkapkan adanya dugaan pemalsuan surat-surat kepemilikan lahan terkait kasus pemagaran laut di Tangerang, Banten.
Bukan cuma pemalsuan surat-surat kepemilikan lahan, Djuhandani juga mengungkapkan tim penyelidikannya juga menengarai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus tersebut.
“Surat perintah penyelidikan sudah diterbitkan sejak 10 Januari 2025 atas perintah Bapak Kapolri melalui Kabareskrim,” kata Djuhandani saat ditemui wartawan di Bareskrim Mabes Polri, di Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Penyelidikan sementara ini, kata Brigjen Djuhandani sudah mengumpulkan sejumlah informasi terkait dengan peristiwa tindak pidana. Pun juga pengumpulan bukti-bukti.
“Semoga kita bisa mengungkap, apakah ini merupakan tindak pidana dalam hal ini sudah kita siapkan terkait dengan dugaan Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP, dan juga kami terapkan Undang-undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang,” ujar dia.
Pasal 263 KUH Pidana mengatur soal ancaman penjara enam tahun terkait dengan pemalsuan, ataupun memalsukan surat-surat yang memunculkan suatu atas hak, dan yang sengaja menggunakan surat-surat palsu yang memunculkan kerugian. Pasal 264 KUH Pidana, terkait pengancaman pidana delapan tahun penjara atas pemalsuan akta otentik.
Djuhandani menerangkan, konstruksi penggunaan pasal-pasal tersebut dalam skandal pagar laut, karena tim penyelidikannya menemukan sejumlah informasi. Terutama menyangkut soal penguasaan lahan-lahan oleh sejumlah pihak untuk mendirikan pagar laut tersebut.
Padahal diketahui lahan-lahan tersebut kepemilikannya diduga berdasarkan pada penerbitan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB), ataupun Surat Hak Milik (SHM) palsu. “Dan itu akhirnya sudah dibatalkan,” terang Djuhandani.
Menurut dia, proses penyelidikan lanjutan timnya di Dirtipidum Bareskrim Polri akan memulai meminta keterangan terhadap pihak-pihak terkait. “Nanti akan kami gulirkan apakah yang kami duga adanya pelanggaran, yaitu berupa pemalsuan dan sebagainya itu, yang dapat kami jadikan dasar dalam proses penyelidikan ini,” ujarnya.
Djuhandani tak menerangkan pihak-pihak mana saja yang akan segera diminta keterangannya. Namun kata dia memastikan tim penyelidikannya akan membutuhkan keterangan-keterangan dari lurah, otoritas di kementerian, pun juga warga.. (ilo)