HERALD.ID, JAKARTA–Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap pelaku penyebar deepfake atau video palsu yang dihasilkan menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) tentang Presiden Prabowo Subianto.

Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (7/2/2025) mengungkap penangkapan itu.

“Pada 4 Februari 2025, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil mengamankan tersangka berinisial JS, 25 tahun, yang bekerja sebagai buruh harian lepas di Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung,” katanya dikutip dari Inilah.com.

Dijelaskan Himawan, modus operandi tersangka adalah mengunggah dan menyebarluaskan video di media sosial Instagram mengenai deepfake Presiden Prabowo hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

“Hal ini dilakukan agar tampak seolah mereka menyampaikan pernyataan bahwa pemerintah menawarkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya.

Tersangka JS memperoleh video yang dihasilkan AI tersebut dengan mencari konten menggunakan kata kunci Prabowo Giveaway, dan mengunduh unggahan deepfake akun medsos Instagram pengguna lain.

“Dan setelah mendapatkan video tersebut, tersangka mengunggahnya ke akun Instagram @indoberbagi2025 yang dikelola oleh tersangka dengan jumlah followers (pengikut, red.) kurang lebih 9.399,” jelasnya.

Video tersebut, lanjut dia, telah dicantumkan nomor aplikasi perpesanan instan WhatsApp milik tersangka yang dapat dihubungi dengan harapan menarik perhatian masyarakat.

“Kemudian, korban diarahkan oleh tersangka agar mengisi pendaftaran penerima bantuan. Setelah itu, korban diminta untuk mentransfer sejumlah uang dengan alasan biaya administrasi,” ujarnya.

Tersangka berdasarkan barang bukti yang ditemukan sejak Desember telah meraup keuntungan kurang lebih sebesar Rp65 juta dari sekitar 100 orang korban.

“Korban berasal dari 20 provinsi dengan jumlah korban terbanyak berasal dari Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua,” katanya.

JS dijerat Pasal 51 ayat (1) jo. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar.

Tersangka juga dijerat Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun, dan denda paling banyak Rp500 juta. (ilo)