HERALD.ID, JAKARTA – Di bawah sorotan lampu parlemen, Komisi XIII DPR RI melontarkan kritik tajam terhadap Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai. Dalam rapat kerja yang berlangsung di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu, 5 Februari 2025, beberapa anggota dewan mempertanyakan peran dan kinerja Pigai selama 105 hari pertama di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dalam isu-isu genting seperti konflik Rempang dan polemik pagar laut, Pigai dianggap absen dan tak terdengar suaranya.

Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Mafirion, mengenang sosok Pigai yang lantang bersuara saat menjabat di Komnas HAM periode 2012-2017. Namun, kini ia merasa kehilangan figur yang sama.

“Saya senang Pak Menteri waktu di Komnas HAM. Tapi dalam 105 hari Pak Menteri menjadi menteri ini, saya tidak lihat apa yang pernah Pak Menteri lakukan ketika di Komnas HAM,” ujar Mafirion dengan nada kecewa.

Sorotan utama mengarah pada polemik Rempang Eco City. Proyek Strategis Nasional (PSN) ini memicu konflik dengan warga setempat, yang puncaknya ditandai dengan penetapan tiga warga sebagai tersangka akibat penolakan terhadap proyek tersebut. Mafirion menyesalkan sikap Pigai yang dinilai tidak proaktif dalam menangani permasalahan ini.

“Pergilah ke sana, lihat. Dengarkan apa yang mereka katakan. Atau Kementerian HAM ini menjadi penengah antara masyarakat dan pemerintah. Bukan membela. Tidak membela pemerintah,” tegasnya.

Tak hanya Mafirion, Siti Aisyah dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga mempertanyakan peran Pigai dalam berbagai kasus pelanggaran HAM yang mencuat ke publik.

“Setelah 105 hari bekerja, kami enggak nampak sedikit pun apa yang sebenarnya bapak kerjakan selama jadi menteri HAM ini,” katanya.

Ia menyebut beberapa isu penting seperti kasus Rempang dan polemik pagar laut di perairan Tangerang hingga Bekasi. “Saya enggak lihat bapak hadir di sana,” tambahnya.

Kritik serupa datang dari Raja Faisal Manganju Sitorus dari Fraksi Partai Demokrat. Ia menyoroti perubahan sikap Pigai yang kini lebih senyap dibandingkan saat menjabat di Komnas HAM.

“Kok sekarang setelah menjadi menteri kurang lantang, saya lihat,” katanya. “Masalah Rempang kemarin, pagar laut, enggak ada muncul Pak Menteri. Padahal itu yang kami harapkan sebenarnya.”

Namun, Pigai memilih tidak merespons kritik secara langsung. Ketika rapat kembali dilanjutkan setelah diskors, ia hanya berujar singkat, “Saya kira ini pertemuan yang sangat kekeluargaan, ya. Enggak ada tegang-tegangan. Karena semuanya ini saya kenal.” Setelahnya, ia menjawab beberapa pertanyaan dari fraksi tertentu dan berjanji menanggapi sisanya secara tertulis.

Tanggapan Pigai

Pigai mengungkapkan, dirinya dan jajaran kementerian kerap bekerja hingga larut malam, bahkan tidur di kantor, demi merampungkan struktur organisasi dan tata kelola (SOTK) kementerian yang baru dibentuk.

Pigai mengisahkan bagaimana upaya keras timnya dalam membangun kementerian sejak dilantik Presiden Prabowo Subianto. Tak hanya pejabat tinggi seperti sekretaris jenderal, inspektur jenderal, dan direktur jenderal, tetapi juga para direktur dan staf turut berjibaku menyusun fondasi kelembagaan.

“Kami bekerja siang dan malam. Bahkan, tak jarang kami tidur di kantor demi menyelesaikan pekerjaan. Ini adalah tanggung jawab yang harus kami tuntaskan,” ujar Pigai dengan nada tegas.

Pigai menegaskan, Kementerian HAM menjadi kementerian yang paling cepat merampungkan SOTK dibandingkan lembaga lain yang dibentuk dalam periode pemerintahan ini. Dalam waktu dua minggu, struktur kelembagaan telah rampung dan siap dioperasikan.

“Kami adalah kementerian yang paling cepat menyelesaikan SOTK. Ini bukan sekadar klaim, tetapi sebuah fakta yang bisa dipertanggungjawabkan,” tambahnya.

Raport Merah untuk Pigai

Di luar kritik DPR, Center of Economic and Law Studies (Celios) juga menempatkan Pigai dalam sorotan negatif. Dalam studi bertajuk “Rapor 100 Hari Prabowo-Gibran”, Celios menempatkan Pigai sebagai menteri dengan kinerja terburuk di kabinet Prabowo. Dengan skor minus 113 poin, ia masuk dalam kategori “Menteri yang perlu di-reshuffle” serta “Menteri/Kepala Lembaga yang tak terlihat bekerja”.

“Skor terendah dalam evaluasi ini diraih oleh Natalius Pigai (Menteri HAM) dengan nilai mendekati -150. Skor ini mengindikasikan adanya kritik yang signifikan terhadap kebijakan di bidang HAM, karena beragam kontroversi atau kurangnya terobosan yang dilakukan,” demikian tertulis dalam laporan Celios, Selasa, 21 Januari 2025 lalu. (*)