HERALD.ID, JAKARTA — Pasar saham kembali bergejolak! Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pelemahan tajam pada perdagangan Jumat (7/2/2025), anjlok 1,93% ke level 6.742,58.
Kondisi ini memicu kekhawatiran investor, yang mulai mencari instrumen investasi lebih aman, salah satunya obligasi pemerintah.
Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto, menyebut bahwa ketidakpastian global masih menjadi faktor utama yang menekan pasar saham.
Investor cenderung mengamankan portofolio mereka dengan beralih ke instrumen yang lebih stabil.
“Investor masih memiliki appetite yang baik pada instrumen SBN, seiring dengan karakteristiknya yang lebih aman dibandingkan saham,” ujarnya, Jumat (7/2/2025).
Dia membandingkan situasi ini dengan era Trump 1.0, ketika perang dagang memicu volatilitas tinggi di pasar saham dan meningkatkan minat terhadap obligasi.
Kini, dengan kebijakan Presiden AS Donald Trump yang kembali menerapkan tarif impor terhadap beberapa negara, ketidakpastian kembali meningkat, memberikan dampak besar terhadap prospek ekonomi dan perdagangan global.
“Eksposurnya lebih besar terhadap pasar saham, karena berdampak pada ketidakpastian pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global akibat perang dagang,” jelasnya.
Sementara itu, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto, menambahkan bahwa meskipun pelemahan IHSG tidak berdampak langsung pada obligasi, ketidakpastian kebijakan AS dan proyeksi pemangkasan suku bunga tetap menjadi faktor penting yang mempengaruhi pergerakan pasar obligasi.
Menurutnya, penundaan perang dagang oleh Trump baru-baru ini telah menciptakan sedikit kelegaan bagi investor, sehingga mereka mulai lebih nyaman masuk ke pasar obligasi.
“Trump menunda perang dagang, dan ini membuat investor lebih nyaman untuk masuk ke pasar obligasi,” katanya.
Dengan volatilitas pasar saham yang masih tinggi, Ramdhan menyarankan investor untuk masuk ke obligasi secara bertahap guna mengurangi risiko.
Saat ini, sektor perbankan, pertambangan, dan telekomunikasi menjadi yang paling terdampak akibat aksi jual investor asing.
Kondisi ini semakin memperkuat tren peralihan modal dari pasar saham ke instrumen yang lebih defensif seperti obligasi pemerintah dan surat utang korporasi.
Seiring dengan ketidakpastian global yang masih membayangi, akankah pasar saham mampu bangkit dalam waktu dekat? Atau justru tren peralihan ke obligasi akan semakin kuat? Investor disarankan untuk tetap mencermati perkembangan pasar sebelum mengambil keputusan investasi. (*)