HERALD.ID, BEKASI–Pemerintah resmi menginstruksikan efisiensi belanja pada APBN dan APBD Tahun 2025 dan mengalihkan anggaran pada pos-pos pembiayaan program yang lebih berdampak pada masyarakat.

Anggota Komisi VII DPR RI Tifatul Sembiring, menilai bahwa meskipun anggaran pemerintah sedang mengalami tekanan, subsidi kendaraan listrik tetap perlu dipertahankan dengan pengalokasian yang lebih tepat sasaran.

Politikus PKS itu menegaskan, kebijakan ini harus dilihat secara holistik oleh Kementerian Perindustrian agar tetap mampu merangsang pertumbuhan industri kendaraan listrik di dalam negeri.

“Memang kita butuh penghematan karena beban APBN yang besar, tetapi subsidi untuk kendaraan listrik harus tetap dialokasikan dengan mempertimbangkan manfaat jangka panjangnya. Jangan sampai kebijakan ini dihapus begitu saja karena keterbatasan anggaran,” ujar Tifatul dikutip dari dpr.go.id, Sabtu (8/2/2025).

Mantan Presiden PKS itu juga menyoroti kebijakan pemblokiran anggaran yang saat ini diterapkan di berbagai sektor, dengan rata-rata pemblokiran mencapai 50 persen. Namun,  pemblokiran ini disebut dapat dibuka kembali pada bulan Maret setelah evaluasi lebih lanjut.

Makanya, ia berharap pemerintah tidak serta-merta memangkas subsidi kendaraan listrik tanpa kajian mendalam. Tifatul juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap subsidi, terutama terkait siapa yang berhak menerimanya dan bagaimana efektivitasnya dalam mendorong investasi jangka panjang.

“Saya setuju subsidi itu dievaluasi, jangan sampai diberikan dalam jumlah yang terlalu besar hingga merugikan keuangan negara. Namun, jangan juga dicabut secara tiba-tiba karena akan berdampak pada keberlanjutan investasi dan perencanaan bisnis di sektor kendaraan listrik,” jelas Tifatul.

Ia menegaskan bahwa subsidi kendaraan listrik tetap perlu dibicarakan dengan semua pihak terkait dan berharap pemerintah dapat menemukan solusi terbaik agar kebijakan ini tetap mendukung pertumbuhan industri otomotif berbasis listrik tanpa membebani keuangan negara secara berlebihan.

Selain itu, ia mengingatkan pemerintah agar lebih berhati-hati dalam menerapkan kebijakan publik. Ia mencontohkan kasus kelangkaan gas elpiji 3 kg yang sempat memicu kepanikan di masyarakat akibat kurangnya sosialisasi dan simulasi sebelum kebijakan diterapkan. “Akhirnya rame (polemik elpiji 3kg), sosialisasi nggak ada, simulasi nggak dilakukan, dan itu menyangkut hajat orang ini ya,” pungkasnya. (ilo)