HERALD.ID, JAKARTA – Di tengah dinamika keuangan global, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menegaskan perannya dalam menjaga stabilitas pasar modal Indonesia. Melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pengembangan dan Penguatan Transaksi dan Lembaga Efek, OJK berupaya memperkuat integritas pasar modal, meningkatkan efisiensi, serta memberikan perlindungan lebih bagi investor.
Regulasi ini bukan sekadar aturan tertulis. Ia adalah manifestasi dari visi besar untuk membangun pasar keuangan yang lebih kuat, adaptif, dan siap menghadapi tantangan era digitalisasi serta globalisasi ekonomi.
Fokus Regulasi: Adaptasi dan Perlindungan Investor
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menegaskan bahwa aturan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Regulasi ini secara khusus mengakomodasi perkembangan di sektor pasar modal, keuangan derivatif, dan bursa karbon, yang semakin berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir.
“POJK ini mulai berlaku sejak diundangkan pada 23 Desember 2024,” ujar Ismail dalam pernyataan resminya, Jumat, 7 Februari 2025.
Di antara poin-poin utama yang diatur dalam POJK 32/2024 adalah:
- Jasa baru oleh Self-Regulatory Organizations (SRO) dengan persetujuan OJK.
- Penjaminan penyelesaian transaksi efek oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan.
- Perluasan penggunaan dana jaminan, untuk meningkatkan efisiensi perdagangan efek.
- Penguatan pengawasan perdagangan efek bersifat utang dan sukuk oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
- Pencegahan risiko sistemik, dengan aturan ketat bagi penyelenggara pasar, termasuk bursa efek, kliring, dan perusahaan efek.
Meningkatkan Kepercayaan Investor dan Stabilitas Pasar
Dalam industri pasar modal, kepercayaan investor adalah faktor kunci. Dengan adanya regulasi ini, OJK ingin memastikan bahwa ekosistem pasar modal Indonesia tidak hanya tumbuh dalam skala, tetapi juga dalam kualitas dan transparansi.
Regulasi ini juga berfungsi sebagai benteng dalam menghadapi potensi guncangan finansial global. Dengan memperkuat sistem penjaminan dan memperluas cakupan regulasi, OJK menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas industri keuangan.
“Regulasi yang adaptif akan menjadi fondasi utama dalam menjaga daya saing pasar modal Indonesia,” tutup Ismail.
Dengan langkah ini, Indonesia semakin siap menghadapi era baru pasar keuangan, di mana inovasi, keamanan, dan perlindungan investor menjadi prioritas utama. (*)