HERALD.ID, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Joko Widodo akan meninggalkan berbagai tantangan bagi Indonesia, salah satunya adalah meningkatnya jumlah pengangguran di kalangan generasi muda.
Tidak kurang dari 10 juta generasi Z kini menghadapi ketidakpastian masa depan, dengan tingkat pengangguran yang semakin mengkhawatirkan.
Pengamat politik Rocky Gerung, menilai fenomena ini sebagai warisan serius yang perlu segera ditangani.
Menurutnya, generasi muda yang tidak bersekolah, tidak bekerja, dan kehilangan harapan bisa menjadi ancaman sosial yang lebih besar dibandingkan persoalan utang negara.
Data menunjukkan sekitar 23% anak muda Indonesia masuk dalam kategori ini, mencerminkan situasi yang semakin genting.
“Ini bukan sekadar soal angka, tapi tentang generasi yang merasa kehilangan arah. Ketika hampir seperempat anak muda tidak melihat masa depan di negaranya sendiri, itu menandakan ada yang sangat salah dalam sistem kita,” ujar Rocky.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa banyak dari mereka mulai mempertimbangkan untuk meninggalkan Indonesia karena merasa tidak ada ruang bagi mereka untuk berkembang.
Kurangnya lapangan pekerjaan, pemangkasan anggaran pendidikan, serta ketidakpastian ekonomi menjadi pemicu utama.
Bahkan, ada yang secara terang-terangan menyatakan enggan untuk terus hidup sebagai warga negara Indonesia jika kondisi ini terus berlanjut.
Situasi ini diperburuk dengan pemangkasan anggaran di berbagai sektor yang berdampak langsung pada generasi muda dan keluarganya. Tidak hanya pendidikan yang terkena imbas, tetapi juga orang tua mereka yang kehilangan pekerjaan akibat perlambatan ekonomi.
“Kita melihat banyak anak muda yang tidak hanya menganggur, tetapi juga tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk bersaing di dunia kerja. Ini bukan hanya masalah individu, tetapi kegagalan sistem yang seharusnya memastikan mereka mendapatkan kesempatan lebih baik,” tambah Rocky.
Di sisi lain, kebijakan yang tampaknya berpihak pada rakyat, seperti program makan siang gratis, dinilai hanya sebagai solusi jangka pendek yang tidak menyentuh akar masalah.
“Makan siang gratis itu penting, tapi bagaimana dengan pendidikan dan lapangan pekerjaan? Jika orang tuanya saja kehilangan pekerjaan, bagaimana masa depan anak-anak ini?” tegasnya.
Ketidakpastian politik juga semakin memperkeruh keadaan, dengan adanya persaingan terselubung antara Jokowi dan Prabowo.
Hal ini membuat masyarakat mulai meragukan apakah kebijakan yang diambil benar-benar untuk kepentingan rakyat atau sekadar manuver politik.
Ketidakpuasan terhadap kondisi saat ini terus meningkat, dan ada potensi besar bahwa ketegangan sosial bisa memuncak sewaktu-waktu.
Rocky menilai bahwa rakyat Indonesia, yang selama ini dikenal dengan sikap “nerimo”, bisa berubah menjadi massa yang marah jika tekanan semakin besar.
“Kita bisa belajar dari negara lain, di mana rakyat yang kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah akhirnya turun ke jalan. Kita belum sampai di tahap itu, tapi tanda-tandanya sudah ada. Jika kondisi ini terus dibiarkan, ledakan sosial bisa terjadi kapan saja,” jelasnya.
Rocky menegaskan bahwa pemerintahan yang baru harus lebih transparan dan akuntabel dalam mengambil kebijakan.
Masyarakat tidak hanya ingin mendengar janji, tetapi juga melihat tindakan nyata yang memberikan dampak positif.
Generasi muda khususnya semakin kritis terhadap kebijakan yang diambil dan menginginkan perubahan nyata yang dapat membawa masa depan lebih baik bagi mereka.
“Prabowo harus mendapatkan informasi yang benar tentang kegelisahan rakyat. Jika tidak, ia akan menghadapi pemerintahan yang penuh dengan ketidakpercayaan dan gejolak sosial yang lebih besar,” pungkas Rocky. (*)