HERALD.ID – Pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) berdampak besar pada sektor pendidikan tinggi.
Tunjangan bagi dosen non-PNS, beasiswa untuk mahasiswa, serta berbagai layanan publik di perguruan tinggi turut terkena dampaknya. Kebijakan ini dikhawatirkan akan berpotensi mendorong kenaikan biaya kuliah, yang akan membebani mahasiswa.
Semula, anggaran Kemendiktisaintek yang direncanakan sebesar Rp22,5 triliun dipangkas menjadi sekitar Rp14,3 triliun. Salah satu dampak terbesar adalah pemangkasan bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN), yang menyubsidi Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa. BOPTN untuk PTN dipangkas hingga 50 persen dari total anggaran Rp9,8 triliun.
Alokasi untuk PTN Badan Hukum (PTN-BH) juga mengalami pemotongan sebesar 50 persen dari total Rp6 triliun. Sementara itu, bantuan kelembagaan bagi perguruan tinggi swasta (PTS) berkurang 50 persen dari total Rp365 miliar.
Beasiswa KIP Kuliah dan Bantuan Dosen Ikut Kena Imbas
Pemotongan anggaran juga menyentuh beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, yang merupakan program bantuan pendidikan bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Beasiswa ini dipangkas sebesar 9 persen atau sekitar Rp1,3 triliun. Tak hanya itu, beasiswa bagi dosen dan tenaga kependidikan untuk melanjutkan studi di dalam maupun luar negeri turut mengalami pemotongan sebesar 25 persen.
Ketua Majelis Rektor PTN Indonesia (MRPTNI), Eduart Wolok, menyayangkan pemotongan anggaran ini karena berdampak langsung pada mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan. Ia menegaskan bahwa alokasi BOPTN yang ada selama ini bahkan belum mampu menutupi kebutuhan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) setiap mahasiswa.
“Pungutan UKT yang dibayarkan mahasiswa sebenarnya masih di bawah BKT. Dengan adanya pemotongan BOPTN, subsidi dari pemerintah semakin berkurang. Kami khawatir pemotongan ini akan berujung pada kenaikan UKT bagi mahasiswa baru,” ujar Eduart, yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Negeri Gorontalo, Kamis (13/2/2025).
Eduart menambahkan bahwa tidak semua PTN mampu mencari sumber pendanaan lain di luar UKT mahasiswa. Di kawasan timur Indonesia, misalnya, pendapatan dari UKT mencapai 50-60 persen dari total pendapatan kampus. Jika subsidi pemerintah semakin dikurangi, kampus berpotensi menaikkan UKT untuk menutupi defisit anggaran.