Praperadilan Harus Cepat, Hakim Tidak Bisa Pisahkan Perkara

Menurut Djuyamto, Peraturan Mahkamah Agung (MA) mengatur bahwa sidang praperadilan harus diselesaikan dalam waktu yang cepat. Putusan harus dijatuhkan paling lambat tujuh hari sejak sidang dimulai.

“Berdasarkan ketentuan Pasal 2 butir (4) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016, praperadilan tentang sah tidaknya penetapan tersangka harus diperiksa secara singkat dan diputus dalam waktu selambat-lambatnya tujuh hari,” jelas Djuyamto.

Karena kompleksitas dalam kasus Hasto, hakim menilai bahwa praperadilan tidak bisa memutus dua perkara dengan satu permohonan. Oleh karena itu, Djuyamto menyatakan bahwa seharusnya Hasto mengajukan dua permohonan praperadilan yang terpisah untuk masing-masing dugaan tindak pidana.

“Hakim berpendapat permohonan Pemohon seharusnya diajukan dalam dua permohonan praperadilan. Dengan demikian, permohonan ini harus dinyatakan tidak beralasan secara formil,” tegasnya.

Akhirnya, Djuyamto menetapkan bahwa permohonan praperadilan Hasto tidak dapat diterima. Dengan putusan ini, status tersangka Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan tetap sah menurut hukum.

Konteks Kasus dan Status Hasto

Gugatan praperadilan Hasto Kristiyanto terdaftar dengan nomor 5/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel. Dalam gugatan ini, Hasto meminta agar status tersangkanya dinyatakan tidak sah, dengan termohon adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cq pimpinan KPK.

Kasus ini berawal dari penyidikan KPK terhadap Harun Masiku, tersangka suap dalam pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR sejak Januari 2020. Harun diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Namun, selama lima tahun terakhir, keberadaan Harun Masiku masih menjadi misteri.

Pada akhir 2024, KPK menetapkan Hasto serta pengacara Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka dalam kasus ini. Hasto diduga terlibat dalam dugaan suap bersama Harun serta turut merintangi penyidikan terhadap Harun.

Meski praperadilan kali ini kandas, tim kuasa hukum Hasto masih membuka opsi untuk mengajukan permohonan ulang. “It’s not the end,” ujar salah satu pengacaranya. (*)