HERALD.ID, JAKARTA–Politisi Fraksi Partai NasDem, Asep Wahyuwijaya meminta Kementerian BUMN dan Kementerian Perdagangan memastikan kebijakan efisiensi anggaran tidak berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Anggota Komisi VI DPR RI itu menekankan efisiensi anggaran harus dibarengi dengan kerja sama strategis antar-lembaga agar kinerja tetap optimal.
“Saya setuju bahwa anggaran yang diberikan tidak boleh menyebabkan PHK atau bentuk pemberhentian lainnya. Tidak boleh ada lay-off, apapun alasannya,” tegas Asep dikutip dari dpr.go.id, Jumat (14/2/2025).
Hal ini sebelumnya ia lontarkan dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perdagangan Budi Santoso, serta perwakilan BPKN dan KPPU di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Asep menegaskan, kementerian dan lembaga harus tetap menjalankan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) meskipun anggaran mengalami pemangkasan. Walaupun tengah menghadapi efisiensi anggaran, dirinya mengingatkan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tetap menjaga kepentingan masyarakat.
“Tupoksi utama harus tetap berjalan. Saya sangat memperhatikan peran KPPU dan BPKN karena ratusan juta masyarakat Indonesia membutuhkan perlindungan maksimal,” katanya.
Ia juga menyarankan sinergi antara BPKN dan Kementerian Perdagangan dalam memperketat regulasi impor guna melindungi konsumen dari potensi kerugian.
“Efisiensi memerlukan sinergi. Misalnya, BPKN dan Kemendag harus memperketat regulasi impor agar tidak ada produk yang merugikan masyarakat dan membebani kinerja BPKN,” jelasnya.
Efisiensi dalam belanja kementerian tegas Asep harus diimbangi dengan optimalisasi pendapatan, yang kemungkinan besar mengalami penurunan. Oleh karena itu, sebutnya, pimpinan kementerian harus mampu menjaga keseimbangan tersebut dengan baik.
“Efisiensi harus difokuskan pada pengeluaran karena optimalisasi pendapatan bisa terdampak. Pimpinan kementerian harus memahami ini agar tidak salah langkah,” tambahnya.
Selain itu, ia menyoroti efisiensi dalam pengelolaan BUMN, terutama pada perusahaan yang terus merugi akibat tata kelola yang buruk. Ia mengkritik kebijakan perusahaan pelat merah yang lebih fokus menciptakan anak usaha baru dibanding meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan negara.
“Saya ingin bertanya kepada Menteri BUMN, apakah efisiensi ini juga diterapkan di BUMN? Kita tahu ada banyak praktik fraud di sana. Keuntungan BUMN sering digunakan seolah-olah uang pribadi, bukan disetor ke negara,” kritiknya.
Ia mencontohkan kasus di Pertamina, di mana perusahaan mengalami kerugian triliunan rupiah akibat penggunaan vendor anak perusahaan Telkom dalam proyek digitalisasi SPBU.
“Bukannya untung, malah rugi. Kejadian seperti ini jelas mengurangi pendapatan negara dan menyulitkan efisiensi anggaran,” ujarnya.
Mengakhiri pernyataannya, ia berharap Kementerian BUMN dan Kementerian Perdagangan mampu menerapkan efisiensi anggaran dengan cerdas dan bertanggung jawab. Dirinya tidak ingin kebijakan ini mengorbankan kesejahteraan pegawai serta tetap menjaga perlindungan konsumen. (ilo)