HERALD.ID, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, melontarkan kritik tajam terhadap komposisi pemerintahan Prabowo Subianto yang dianggapnya masih dipenuhi oleh wajah-wajah lama.
Refly mengingatkan potensi keberadaan “penyusup” di lingkaran kekuasaan yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada perbaikan negara.
“Banyak pengkhianat yang siap menyerahkan harga dirinya demi masuk ke dalam gerbong kekuasaan. Mereka yang dulu memaki-maki Prabowo, kini berbalik memujinya,” ujar Refly dalam kanal YouTube pribadinya.
Menurutnya, praktik politik semacam ini hanya akan melanggengkan budaya oportunisme dan korupsi dalam pemerintahan.
Ia menilai bahwa jika Prabowo tidak selektif dalam merekrut orang-orang di sekitarnya, maka kondisi hukum dan birokrasi di Indonesia akan semakin terpuruk.
Refly juga menyoroti bagaimana dinamika di istana tidak hanya sebatas kompetisi politik, tetapi juga perebutan sumber daya alam, anggaran, dan akses ekonomi.
“Kompetisinya lebih mengerikan, bukan hanya soal kekuasaan, tapi juga berebut anggaran, APBN, sumber daya alam, hutan, kayu, dan kebun,” tegasnya.
Ia menilai bahwa perpecahan di dalam birokrasi dan pemerintahan bukanlah sesuatu yang terjadi secara alami, melainkan hasil dari upaya kelompok-kelompok tertentu yang ingin mempertahankan kepentingannya.
Dalam konteks ini, Refly mengingatkan bahwa jika Prabowo tidak berhati-hati dalam menyusun kabinetnya, maka ia bisa menjadi bagian dari sistem lama yang ia kritik sendiri.
Salah satu yang disoroti Refly adalah pidato-pidato Prabowo yang dianggapnya penuh kontradiksi. Di satu sisi, Prabowo ingin membangun peradaban baru, tetapi di sisi lain, ia tetap mempertahankan figur-figur lama yang selama ini terlibat dalam berbagai persoalan negara.
“Kalau benar-benar ingin membangun bangsa, seharusnya berani membuang para pengkhianat itu, bukan malah merangkul mereka. Jangan harap ada idealisme dari orang-orang yang sudah terbiasa menikmati uang negara,” kritiknya.
Ia juga mengungkap bahwa beberapa menteri dalam kabinet Prabowo disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi besar seperti skandal BTS.
“Setidaknya ada tiga orang menteri yang disebut oleh pengacara Dito Ariotedjo sebagai penerima dana kasus BTS. Dan ini belum termasuk yang sudah diadili,” ujar Refly.
Meskipun tidak mendukung Prabowo dalam pemilu, Refly tetap berharap presiden terpilih dapat membangun pemerintahan yang bersih dan tegas dalam menindak korupsi.
Ia menegaskan bahwa langkah awal yang perlu dilakukan adalah membersihkan birokrasi dari orang-orang bermasalah serta mengevaluasi ulang harta kekayaan pejabat yang tidak transparan.
“Kalau Prabowo berani mengambil langkah besar, membedakan mana yang pengkhianat dan mana yang benar-benar ingin membangun negeri, maka mungkin ada harapan bagi Indonesia. Tapi kalau hanya menjadi pemain lama dalam sistem yang sama, maka semuanya hanya omong kosong,” tegasnya.
Refly juga mengajak masyarakat untuk tetap kritis dan tidak terjebak dalam narasi persatuan yang hanya menjadi alat bagi kelompok tertentu untuk mempertahankan kekuasaan.
“Persatuan itu penting, tapi kita harus menolak orang-orang korup dan pengkhianat yang hanya akan menghancurkan negeri ini,” pungkasnya. (*)