HERALD.ID, JAKARTA — Teriakan “Hidup Jokowi” yang diucapkan oleh Prabowo Subianto dalam acara ulang tahun Partai Gerindra baru-baru ini memicu berbagai spekulasi politik.
Dalam acara yang berlangsung meriah itu, Prabowo menerima pencalonan sebagai calon presiden untuk Pemilu 2029, namun pernyataannya justru menimbulkan tanda tanya besar di kalangan publik.
Pengamat politik, Rocky Gerung menilai, bahwa langkah Prabowo ini bukan sekadar ungkapan spontan, melainkan bagian dari strategi politik yang lebih besar.
Menurutnya, di tengah ketidakpuasan publik terhadap kebijakan Jokowi, teriakan Prabowo tersebut tampak kontradiktif dan bisa diartikan sebagai upaya untuk meredam kritik terhadap pemerintahan sebelumnya.
“Ini yang saya sebut sugar cover—usaha menutupi kenyataan pahit dengan kata-kata manis. Di satu sisi, Prabowo mencoba membangun citra sebagai pemimpin baru, tapi di sisi lain, ia masih memberikan ruang bagi Jokowi yang justru banyak dikritik masyarakat,” ujar Rocky.
Selain Jokowi, Prabowo juga menyebut Megawati dalam pidatonya, meskipun Ketua Umum PDIP itu tidak hadir dalam acara tersebut.
Kehadiran dua petinggi PDIP sebagai perwakilan menunjukkan bahwa ada upaya untuk menjaga hubungan politik antara Gerindra dan PDIP.
Namun, Rocky Gerung melihat bahwa hubungan ini tidak sesederhana itu.
“Prabowo harus menjaga keseimbangan politik di parlemen. Ia memuji Megawati, tapi sekaligus berupaya membangun kekuatan politiknya sendiri. Ini manuver yang menarik karena di satu sisi ia menerima pencalonan, tapi di sisi lain belum tentu mendapat dukungan penuh dari kelompok yang selama ini berada di lingkaran Jokowi,” jelasnya.
Salah satu isu yang mencuat adalah terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka, yang tampaknya tidak akan melalui Gerindra. Hal ini semakin memperlihatkan adanya persaingan terselubung dalam koalisi yang selama ini tampak solid.
Teriakan “Hidup Jokowi” di tengah maraknya poster-poster “Adili Jokowi” yang tersebar di berbagai kota menunjukkan ketegangan dalam politik nasional saat ini.
Banyak pihak yang masih mempertanyakan akuntabilitas kebijakan Jokowi, terutama dalam bidang ekonomi dan perlindungan sosial.
“Prabowo ingin memainkan dua peran: sebagai penerus yang loyal dan sebagai pembaru yang siap melakukan perombakan. Tapi itu sulit dilakukan tanpa kehilangan dukungan dari salah satu pihak,” tambah Rocky.
Pidato Prabowo yang diselingi dengan lirik lagu dan nuansa optimisme pun tidak bisa sepenuhnya menghilangkan kecemasan publik.
Meskipun berusaha membangun suasana kebersamaan, tetap ada pertanyaan besar tentang bagaimana ia akan mengelola warisan pemerintahan sebelumnya.