HERALD.ID, JAKARTA – Aksi demonstrasi mahasiswa yang mengusung tagar #IndonesiaGelap terus meluas di berbagai daerah.

Gerakan ini tidak sekadar luapan emosi sesaat, tetapi lahir dari kajian mendalam atas kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat, terutama di sektor pendidikan dan ekonomi.

Pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa gelombang unjuk rasa ini adalah bentuk nyata dari generasi muda yang kritis terhadap kebijakan pemerintahan saat ini.

Ia menyebut mahasiswa sebagai generasi emas yang tak hanya berani bersuara, tetapi juga memiliki landasan argumentasi kuat.

“Demonstrasi itu harus lahir dari kemarahan, bukan puja-puji. Dan mereka datang dengan satu kepentingan, yaitu memastikan bahwa arah pemerintah ini berada di jalur yang benar,” ujar Rocky dalam sebuah diskusi.

Menurutnya, mahasiswa saat ini tidak hanya menagih janji-janji kampanye, tetapi juga mengawal jalannya pemerintahan agar tetap sesuai dengan komitmen yang telah disampaikan kepada rakyat.

Salah satu tuntutan utama mereka adalah pencabutan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, yang dinilai menjadi penyebab pemangkasan anggaran pendidikan dan sosial.

“Tagihan janji mahasiswa itu sangat masuk akal. Mereka ingin melihat kejelasan arah kebijakan dalam 100 hari pertama pemerintahan. Jika dalam periode itu belum ada perubahan signifikan, maka wajar jika mereka mempertanyakan janji-janji tersebut,” tegasnya.

Rocky juga menyoroti bahwa gerakan mahasiswa kali ini bukan sekadar aksi spontan tanpa dasar, melainkan hasil kajian akademis yang mendalam.

Setiap tuntutan yang disuarakan telah melalui analisis dari berbagai aspek, termasuk hukum, ekonomi, dan sosial.

“Setiap BEM sekarang memiliki biro kajian strategis yang mampu membangun argumentasi berbasis metodologi yang jelas. Ini yang membedakan gerakan mahasiswa dengan opini-opini liar yang hanya sekadar sentimen tanpa dasar,” jelasnya.

Salah satu faktor yang memicu aksi besar-besaran ini adalah menurunnya daya beli masyarakat akibat kebijakan ekonomi yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.

Rocky menjelaskan bahwa mayoritas mahasiswa berasal dari kelas menengah, yang kini merasakan langsung dampak dari melemahnya ekonomi keluarga mereka.

“Percakapan di dalam keluarga mahasiswa itu nyata. Mereka melihat sendiri bagaimana orang tua mereka mulai kesulitan secara ekonomi. Mulai dari uang jajan yang berkurang, biaya kuliah yang semakin tinggi, hingga perubahan pola konsumsi yang lebih hemat. Ini bukan sekadar isu politik, tapi isu kehidupan sehari-hari,” katanya.

Gerakan #IndonesiaGelap juga mendapat reaksi dari pihak yang pro-pemerintah. Namun, menurut Rocky, mahasiswa tetap teguh pada pendirian mereka dan tidak tergoyahkan oleh serangan opini yang berusaha mendelegitimasi gerakan mereka.

“Mereka sudah memutuskan untuk bergerak. Ini adalah panggilan sejarah. Tidak ada yang bisa membatalkan keputusan mahasiswa kecuali keputusan alternatif yang lebih rasional. Selama itu tidak ada, mereka akan terus menyuarakan keadilan,” tambahnya.

Rocky juga menegaskan bahwa peran dosen dan akademisi sangat penting dalam mengawal gerakan mahasiswa ini.

Menurutnya, para dosen tidak harus turun ke jalan, tetapi mereka bisa memberikan penjelasan akademis yang memperkuat argumen mahasiswa.

“Apa yang disuarakan mahasiswa ini memiliki akar sejarah yang jelas. Korupsi, demokrasi yang menurun, ketidakadilan ekonomi—semua ini bukan isu baru. Ini akumulasi dari kebijakan yang terus-menerus mengabaikan rakyat. Dan mahasiswa hanya menjadi juru bicara dari keresahan yang lebih luas,” pungkasnya. (*)