HERALD.ID, JAKARTA – Alphabet Inc., induk perusahaan Google, kembali tersandung kasus hukum di Rusia. Pengadilan setempat menjatuhkan denda sebesar ₽3,8 juta (rubel) setelah YouTube, platform berbagi video miliknya, ditemukan mengunggah konten yang dianggap melanggar hukum Rusia.
Mengutip laporan Reuters, denda ini dijatuhkan karena sebuah video dalam YouTube berisi instruksi bagi tentara Rusia untuk menyerah dalam perang. Kremlin menganggap video tersebut sebagai bentuk agitasi yang tidak dapat diterima.
“Kami menemukan bahwa platform ini telah memfasilitasi penyebaran informasi yang bertentangan dengan kepentingan negara,” demikian pernyataan resmi dari pengadilan Moskow, Rabu (19/2).
Hingga saat ini, Google belum memberikan tanggapan resmi terkait putusan tersebut. Namun, ini bukan kali pertama perusahaan teknologi asal Amerika Serikat itu bersitegang dengan otoritas Rusia. Sebelumnya, Google beberapa kali mendapat tuduhan sebagai alat propaganda Barat dan dikritik karena gagal meningkatkan infrastruktur teknologinya di Rusia. Hal ini termasuk keluhan mengenai lambatnya kecepatan unduhan video di wilayah tersebut.
Tekanan Rusia terhadap Raksasa Teknologi
Rusia semakin agresif dalam menekan perusahaan teknologi asing untuk menyesuaikan diri dengan regulasi domestik. Pemerintah Rusia kerap menjatuhkan denda pada platform yang gagal menghapus konten yang dianggap ilegal, termasuk informasi yang dikategorikan sebagai “berita palsu” terkait konflik di Ukraina.
Langkah ini dinilai oleh banyak pengamat sebagai bagian dari strategi pemerintah untuk mengendalikan narasi informasi, terutama menjelang pemilihan umum dan kebijakan strategis Presiden Vladimir Putin.
Meski jumlah denda yang dijatuhkan tergolong kecil bagi perusahaan sekelas Google, frekuensi denda yang berulang menjadi sinyal bahwa Rusia tak akan memberi ruang bagi kebebasan informasi yang tidak sesuai dengan garis kebijakan mereka.
Sementara itu, komunitas internasional terus mencermati dinamika hubungan Rusia dengan perusahaan teknologi global, terutama dalam konteks kebebasan pers dan akses informasi digital di era geopolitik yang semakin kompleks. (*)