HERALD.ID, JAKARTA–Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menuntut pertanggungjawaban Jampidsus Kejagung, Febri Diansyah sebagai pemimpin penyidikan yang tidak mengungkap seluruh perkara penerimaan gratifikasi eks Pejabat MA, Zarof Ricar, dalam persidangan.
Castro, sapaan Herdiansyah Hamzah mengatakan, Jaksa Agung ST Burhanuddin juga harus bertanggung jawab dalam kasus ini sebagai pimpinan institusi kejaksaan.
“Makanya yang bertanggung jawab tentu bukan hanya penyidiknya, tapi juga secara institusi Jaksa Agung harus bertanggung jawab dalam semua proses perkara yang ditangani oleh penyidik-penyidiknya,” ujar Castro saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, dikutip Rabu (19/2/2025).
Ia mendesak pihak Kejagung untuk menjelaskan kepada publik alasan surat dakwaan hanya mengungkap permainan perkara dalam kasus pembunuhan Ronald Tannur, tetapi tidak menyebutkan perkara lainnya, seperti temuan bukti catatan yang bertuliskan “Perkara Sugar Group Rp200 miliar”.
Menurutnya, dalam proses penyidikan, ada yang disebut sebagai splitsing (pemecahan berkas perkara). “Tapi harus dijelaskan. Jika memang ingin memisahkan satu perkara dengan perkara lain yang disangkakan kepada Zarof, maka hal itu juga harus dijelaskan ke publik,” jelas Castro.
Keyakinan Castro, Zarof terlibat dalam banyak permainan kasus yang melibatkan banyak pihak. Ia pun mendorong Kejagung agar tidak hanya menargetkan Zarof dalam kasus ini.
“Apalagi yang kita mau sasar bukan hanya Zarof, tapi juga pihak lain yang diduga terlibat dalam perkara serupa. Karena saya selalu meyakini bahwa perkara korupsi tidak hanya melibatkan satu atau dua orang saja, tetapi selalu melibatkan banyak pihak secara kolektif,” ujarnya.
Temuan perkara Sugar Group ikut dimainkan Zarof bermula saat penyidik Jampidsus Kejagung menggeledah rumahnya, di bilangan Jl. Senayan No. 8, Kel. Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Selain menemukan bukti catatan tertulis soal perkara Ronal Tannur, informasi yang beredar juga ditemukan bukti tertulis “Perkara Sugar Group Rp200 miliar”.
Zarof disebut telah mengakui bahwa salah satu sumber uang suap berasal dari sengketa perdata antara Sugar Group Company (SGC) milik Gunawan Yusuf (GY) Dkk, melawan Marubeni Corporation (MC) Dkk.
Patut diduga uang suap Rp200 miliar itu terkait Putusan Kasasi Nomor 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015 jo PK Ke-I Nomor 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019 jo PK Ke-II Nomor 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, yang merupakan upaya hukum lanjutan yang tergolong nebis idem yakni putusan-putusan Nomor 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst tanggal 1 Maret 2012 jo PT DKI Jakarta Nomor 75/Pdt/2013/PT.DKI tanggal 22 April 2013.
Selain itu, Zarof disebut sudah mengaku dengan menyebut nama-nama Hakim Agung yang terlibat, termasuk seorang mantan Ketua Kamar Perdata MA yang berasal dari Lampung. Namun, keterangan Zarof Ricar tidak ditindaklanjuti oleh penyidik. Agak mengherankan, Jampidsus, Febrie Adriansyah, berdalih penyidik tidak harus memeriksa A apabila tersangka menyebutkan A.
Informasi lain yang didapatkan, pada mulanya perkara Sugar Group masuk dalam dakwaan, namun diduga dihilangkan. Selain itu, disebutkan juga kalau total uang yang ditemukan bukan Rp950 miliar melainkan Rp2 Triliun.
“Awalnya dalam dakwaan ada uang Rp200 M dari GY, dari uang yang disita Rp950 M,” kata seorang sumber.
Tak hanya itu, Zarof juga disebut memiliki kedekatan dengan Gunawan Yusuf, Raja Gula Indonesia.
Kejagung Bantah Tuduhan Main Mata Jampidsus
Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar membantah adanya ‘main mata’ dalam membuat dakwaan Zarof Ricar.Harli menilai tudingan tersebut tidak berdasar.
“Loh, persidangannya masih berjalan dan itu memang mekanismenya. Jadi jangan mengada-ada lah,” kata Harli saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Senin (17/2/2025).
Ia juga membantah anggapan bahwa dakwaan jaksa lemah, seperti yang disampaikan kuasa hukum Zarof.
“Surat dakwaan JPU telah disusun sesuai hukum acara, yakni cermat, jelas, dan lengkap, serta memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 143 KUHAP,” jelasnya. (ilo)