HERALD.ID, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto baru saja melakukan reshuffle kabinet, salah satunya dengan mencopot Menteri Pendidikan Tinggi dan Riset, Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang tersandung kasus kekerasan terhadap ASN.

Penggantinya, Prof. Brian Yuliarto, diharapkan membawa perubahan dalam sektor pendidikan tinggi.

Namun, di tengah pergantian menteri ini, gelombang demonstrasi mahasiswa justru semakin menguat.

Mereka menilai reshuffle tidak menjawab tuntutan utama, yakni mengadili Presiden Jokowi atas dugaan penyimpangan selama pemerintahannya.

Mahasiswa menilai perubahan kabinet hanya sebatas pergantian figur tanpa ada perombakan sistemik.

“Selama Jokowi masih berkuasa, perubahan hanya kosmetik. Ini seperti mengganti pemain tanpa mengubah strategi permainan,” teriak seorang mahasiswa dalam unjuk rasa di depan Istana Negara.

Kritik juga mengarah pada pengangkatan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden, yang dinilai sebagai wujud nepotisme dan penyimpangan konstitusi.

Dalam diskusi di berbagai kampus, mahasiswa menyoroti sikap Presiden Prabowo yang dianggap tidak tegas dalam menyikapi dugaan penyimpangan di era pemerintahan Jokowi.

Mereka menginginkan komitmen nyata terhadap pemberantasan korupsi, bukan sekadar pernyataan politik.

Pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa reshuffle ini tidak memiliki dampak signifikan terhadap perbaikan sistem pemerintahan.

“Prabowo berada dalam dilema. Jika ia terlalu keras terhadap Jokowi, stabilitas politik bisa terganggu. Tapi jika ia membiarkan, ia akan kehilangan kepercayaan publik,” ujarnya.

Menurut Rocky, mahasiswa menyadari bahwa perubahan tidak bisa hanya datang dari rotasi jabatan, melainkan harus melalui reformasi struktural yang nyata.

“Kritik mahasiswa ini menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar reaktif, tapi juga memiliki kesadaran politik yang lebih dalam. Mereka melihat bahwa reshuffle ini hanya bagian dari kompromi politik, bukan langkah serius untuk membangun pemerintahan yang lebih bersih,” tambah Rocky.

Bagi mahasiswa, reshuffle kabinet justru memperkuat dugaan bahwa Jokowi masih memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan Prabowo. Mereka khawatir kabinet ini menjadi alat untuk melindungi kepentingan politik dan ekonomi mantan presiden tersebut.

“Kami tidak melihat adanya kepemimpinan autentik dari Prabowo. Jika tidak ada perubahan nyata, kami akan terus turun ke jalan untuk menuntut keadilan dan transparansi,” ujar seorang perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).

Aliansi Mahasiswa juga menyoroti potensi kabinet ini sebagai “mesin penambang uang” yang melanjutkan proyek-proyek dari pemerintahan sebelumnya. Mereka berkomitmen untuk terus mengawal jalannya pemerintahan dengan sikap kritis. (*)