HERALD.ID, JAKARTA — Prabowo Subianto kembali menunjukkan sikapnya dalam membela Presiden Joko Widodo terkait isu cawe-cawe politik.
Dalam pernyataannya di Kongres Partai Demokrat, Prabowo menegaskan bahwa justru dirinya yang meminta Jokowi untuk ikut campur dalam dinamika politik, bukan sebaliknya.
Bahkan, ia menyebut permintaannya juga pernah ditujukan kepada Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pernyataan Prabowo ini bertolak belakang dengan apa yang sebelumnya disampaikan oleh SBY.
Dalam beberapa kesempatan, SBY menegaskan bahwa selama dua periode kepemimpinannya, ia tidak pernah cawe-cawe dalam politik.
Pernyataan ini pun menimbulkan perdebatan di ruang publik mengenai sejauh mana peran seorang presiden seharusnya dalam urusan politik.
Pengamat politik Rocky Gerung menilai, pernyataan Prabowo mengindikasikan bahwa ia tengah berupaya untuk meredam kritik terhadap Jokowi.
Namun, Rocky juga mengingatkan bahwa evaluasi terhadap seorang pemimpin bukan dilakukan oleh dirinya sendiri, melainkan oleh rakyat. Ia menyoroti pernyataan Prabowo yang menyebut akan mundur jika dalam empat tahun ke depan gagal mensejahterakan rakyat.
Menurut Rocky, seharusnya rakyatlah yang menentukan apakah seorang pemimpin layak untuk terus memimpin atau tidak.
Selain soal cawe-cawe, Prabowo juga menyinggung ambisinya menjadikan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi dunia pada 2050.
Ia menyoroti klaim Prabowo yang menyebut bahwa Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar keempat setelah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India.
Namun, Rocky menilai optimisme ini harus dibarengi dengan kebijakan konkret yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kalau Indonesia akan terang-benderang di 2050, artinya saat ini masih dalam kegelapan. Pemerintah harusnya fokus membenahi berbagai persoalan, bukan sekadar retorika optimisme,” ujar Rocky.
Rocky juga menyoroti reaksi pasar terhadap berbagai kebijakan yang diambil pemerintah.
Ia menyebut bahwa pemeringkat global telah menurunkan peringkat investasi Indonesia akibat ketidakpastian hukum dan instabilitas politik.
Hal ini berbanding terbalik dengan klaim Prabowo bahwa kabinetnya akan membawa Indonesia menuju kemajuan.
Dalam konteks politik nasional, perdebatan mengenai cawe-cawe semakin menguat setelah Partai Demokrat menyinggung upaya pemerintahan Jokowi dalam mengintervensi partai politik.
Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), secara tidak langsung mengingatkan bahwa partainya pernah mengalami upaya pengambilalihan oleh orang dekat Jokowi.
AHY menilai bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pelemahan demokrasi.
“AHY berani mengkritik meski berada dalam pemerintahan. Ini menunjukkan bahwa Partai Demokrat masih ingin menjaga nilai-nilai demokrasi,” kata Rocky. (*)