HERALD.ID, JAKARTA — Komisi IV DPR mendorong ada instrument yang lebih baik dalam mengatasi persoalan gejolak harga selain operasi pasar.
Menurutnya, operasi pasar bukanlah solusi satu-satunya dalam menjaga stabilitas harga pangan terutama menghadapi Hari Besar Keagamaan Nasional seperti Ramadan dan Idul Fitri..
Anggota Komisi IV DPR Riyono mengatakan selama ini Pemerintah selalu mengandalkan operasi pasar sebagai upaya menjaga stabilitas harga pangan terutama menghadapi Ramadan dan Idul Fitri.
Dan anehnya, konsep ini telah berjalan selama kurang lebih 15 tahun dan masih terus dipertahankan. Padahal, menjaga stabilitas harga ini tidak melulu operasi pasar.
“Saya ini termasuk orang yang tidak setuju tentang konsep operasi pasar. Ini seperti obat, kalau kita pilek, itu kayak (minum obat) Mixagrip begitu. Tapi ini cespleng (mujarab), kayak Bodrex gitu kan. Maksud saya, kita harusnya sadari 10-15 tahun yang lalu mengenai gejolak harga pangan selalu diselesaikan dengan yang namanya operasi pasar. Apa ini satu-satunya solusi?,” kata Riyono di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/2/2025).
Makanya Riyono lalu menyoroti kegiatan operasi pasar besar-besaran yang dilakukan Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) bersama PT Pos Indonesia di sekitar 4000 titik di seluruh Indonesia.
Walau diakuinya, operasi pasar ini efektif menjaga daya beli masyarakat karena intervensi langsung Pemerintah, tapi tidak bisa persoalan stabilitas dan pasokan pangan ini hanya cukup melalui operasi pasar semata.
“Ini perlu masukan, selain operasi pasar apa sih yang kita inginkan menjaga kestabilan pangan ini,” lanjutnya.
Politisi Fraksi PKS ini bilang, ada beberapa terobosan yang bisa diterapkan untuk stabilisasi pangan ini. Dijelaskannya, dulu ada ide menjadikan setiap kabupaten/kota itu memiliki semacam bulog-bulog kecil yang fungsinya itu betul-betul murni menjaga stabilitas harga pangan.
“Sekarang ini kan Bulog kelaminnya ada dua kan. Satu dia tugasnya untuk komersil, satu sisi tugasnya adalah penugasan Pemerintah, PSO (Public Service Obligation). Ini harus kita klirin. Agar ada intervensi langsung dari Pemerintah untuk kemudian menjaga harga ini tetap stabil,” katanya.
Lebih lanjut, politisi Fraksi PKS ini mengatakan, Komisi IV DPR telah melakukan cross-check langsung ke lapangan untuk memantau harga pangan di Jawa Tengah, Jawa Timur, danYogyakarta. Pemantauan kepada tiga wilayah ini karena 60 persen peredaran pangan kita itu ada di Pulau Jawa ini.
Hasilnya, harga bahan pokok utamanya beras relatif stabil. Begitu juga dengan harga minyak goreng masih relative terkendali.
Hanya saja, yang cukup mengalami gejolak adalah cabe dan daging ayam sapi.
“Jadi kalau kita melihat saat ini pangan yang beredar di masyarakat kita lihat mulai ada pergerakan harga naik, walaupun semuanya mungkin masih dalam toleransi,” sebutnya.
Karena itu, dia memastikan DPR melalui tugas konstitusionalnya akan terus melakukan pengawasan yang ketat untuk memastikan harga pangan yang diterima masyarakat terjangkau dan bergizi.
Pihaknya juga meminta Badan Pangan Nasional untuk terus berupaya meningkatkan ketersediaan cadangan beras Pemerintah melalui penugasan di Bulog.
“Ada anggaran hampir Rp 16 triliun yang ada di Badan Pangan yang kemudian digunakan untuk mengantisipasi adanya ketersediaan pangan. Walaupun statusnya ini memang digunakan untuk menyerap 3 juta ton beras,” sebutnya.
Pihaknya juga meminta agar Pemerintah terus melakukan terobosan dalam mengendalikan pasokan dan harga pangan di masyarakat. Baginya ini penting agar pangan ini mutlak terus tersedia.
“Jangan sampai pangan ini nanti menjadi indikator yang kemudian kalau daya beli masyarakat turun, maka bisa mengakibatkan melemahnya pertumbuhan perekonomian kita secara nasional,” tambahnya.
Lebih lanjut, Riyono bilang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 7 persen saja, itu dibutuhkan anggaran yang cukup besar.
Sebagai contoh di Provinsi Jawa Tengah sebagai sentral, itu setidaknya membutuhkan anggaran kurang lebih Rp 700 triliun agar bisa menggerakkan ekonomi di angka 7 persen.
“Tapi Itu kurang lebih hampir 3 tahun yang lalu. Kalau sekarang kita butuh pertumbuhan ekonomi 8 persen, kita butuh berapa ribu triliun,” sebutnya.
Untuk itu, dia menaruh harapan besar pelaksanaan puasa dan lebaran nanti, harga dan pasokan pangan benar-benar terkendali.
Jangan sampai persoalan pangan ini memicu kepanikan dari masyarakat sebab pangan pokok ini menyangkut hajat hidup masyarakat luas.
“Mudah-mudahan harga pangan kita menjelang Ramadan, kemudian hari raya ini terkendali. Kemudian Pemerintah punya instrumen yang cukup untuk kemudian betul-betul masyarakat mendapatkan harga pangan yang bergisi, harga pangan yang layak untuk menjaga kualitas sumber daya manusia ke depan,” pungkasnya. (Ham)