HERALD.ID, JAKARTA – Jajak pendapat yang dilakukan oleh harian Kompas menunjukkan bahwa komunikasi publik pemerintahan Presiden Prabowo Subianto perlu diperbaiki.

Hasil survei ini mendapat tanggapan dari Pengamat politik, Rocky Gerung, yang menilai buruknya komunikasi pemerintahan sebagai sebuah ironi.

Menurut Rocky Gerung, kondisi ini semakin paradoksal karena Istana telah dilengkapi dengan tim komunikasi yang sangat lengkap.

Bahkan, ada posisi Kepala Komunikasi Presiden yang setingkat dengan menteri.

“Puluhan orang ada di Istana, tetapi kampanye negatif terhadap Presiden Prabowo terus meningkat. Ada yang gagal dipelihara oleh kalangan komunikator yang direkrut puluhan orang itu,” ujar Rocky melalui akun YouTube-nya.

Rocky mempertanyakan efektivitas anggaran yang dikeluarkan untuk tim komunikasi Istana. Menurutnya, fungsi utama komunikasi politik adalah memastikan bahwa publik secara alami memberikan apresiasi kepada Presiden, bukan sekadar membangun citra melalui komunikasi satu arah dari Istana.

“Tugas dari public relation itu mengupayakan agar publik yang memuji presiden, bukan Istana yang memuji presiden,” tegasnya.

Ia juga menyoroti bagaimana komunikasi politik pemerintah gagal menghadapi opini yang berkembang di media sosial. Menurut Rocky, komunikasi Istana lebih banyak bersifat reaktif dan defensif, bukannya argumentatif dan persuasif.

“Opini publik tidak mungkin dihentikan hanya dengan counter narasi. Itu justru semakin menguatkan persepsi bahwa ada sesuatu yang harus ditutupi,” lanjutnya.

Dalam pandangannya, kegagalan komunikasi ini turut berdampak pada legitimasi pemerintahan Prabowo. Hal ini tercermin dari meningkatnya kritik di media sosial, yang bahkan tidak dapat dikendalikan oleh tim komunikasi Istana.

“Kalau kita lihat meme-meme yang beredar dan semakin masifnya kritik terhadap Prabowo, itu artinya Istana gagal bahkan hanya untuk sekadar menghalanginya,” katanya.

Rocky juga menyoroti bagaimana banyaknya juru bicara dan tim komunikasi Istana tidak mampu membendung kritik dari masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa.

Ia menyebut bahwa berbagai talk show yang menghadirkan perwakilan pemerintah sering kali dihindari oleh para juru bicara karena mereka kesulitan bersaing secara argumen dengan oposisi.

“Bahkan menghadapi ketua BEM pun mereka tak mampu menghalangi cara berpikir kritis mahasiswa,” ujarnya.

Dalam kondisi seperti ini, Rocky menilai perlu adanya revisi terhadap sistem komunikasi politik pemerintahan Prabowo.

Menurutnya, yang harus diperbaiki bukan hanya strategi komunikasi, tetapi juga kebijakan-kebijakan pemerintah itu sendiri agar bisa lebih diterima oleh publik.

“Kalau kebijakan sudah tidak sesuai dengan harapan publik, komunikasi sehebat apa pun tidak akan mampu mengubah persepsi masyarakat,” pungkasnya. (*)