HERALD.ID, JAKARTA — Polemik soal sumber pendanaan honor anggota OMO FOLU Net Sink 2030 semakin memanas. Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, secara terbuka mengkritik pernyataan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang menyebut bahwa dana tersebut tidak berasal dari APBN.
Melalui akun media sosialnya pada 8 Maret 2025, Said Didu menegaskan bahwa semua dana yang dikelola oleh kementerian atau lembaga tetap bersumber dari APBN, baik dalam bentuk pendapatan negara, pinjaman, maupun hibah dari donor.
“Pak Menhut Raja Juli Antoni, jangan anggap kami semua bodoh,” tulisnya dengan nada sindiran.
Menurutnya, meskipun bersumber dari hibah atau donor luar negeri, dana yang masuk ke dalam sistem pemerintahan tetap harus mengikuti aturan APBN.
Jika ada pejabat yang menerima atau mengelola dana di luar mekanisme tersebut, hal itu bisa dikategorikan sebagai gratifikasi atau bahkan korupsi.
“Jika pejabat mengelola atau menerima dana yang bukan dari APBN, maka itu gratifikasi. Gratifikasi adalah korupsi. Apakah Bapak dan anggota PSI melakukan korupsi berjamaah di Kementerian Kehutanan?” sindirnya.
Said Didu juga menyarankan agar jika dana tersebut benar-benar tidak berkaitan dengan pemerintah, lebih baik langsung diberikan kepada partai terkait, tanpa melibatkan lembaga negara.
“Jika memang tidak ada kaitannya dengan pemerintah, minta saja donor memberikan langsung ke partai Anda. Jangan gunakan lembaga negara untuk menggaji atau membiayai anggota partai,” tegasnya.
Sebelumnya, Raja Juli Antoni telah menegaskan bahwa honor anggota OMO FOLU Net Sink 2030 tidak menggunakan APBN, melainkan bersumber dari negara mitra dan donor internasional.
“Yang pasti saya pastikan itu tidak bersumber dari APBN,” ujarnya dalam keterangan yang dikutip pada Sabtu (8/3/2025).
Namun, pernyataan tersebut justru semakin memicu perdebatan publik, terutama setelah terungkap bahwa banyak kader PSI masuk dalam struktur OMO FOLU.
Dugaan adanya praktik bagi-bagi jabatan di Kementerian Kehutanan pun semakin menjadi sorotan di kalangan masyarakat dan tokoh nasional. (*)