HERALD.ID, BEKASI — Banjir besar yang kembali melanda Bekasi dalam beberapa hari terakhir menimbulkan berbagai spekulasi. Ribuan rumah terendam, aktivitas industri lumpuh, dan para pekerja kehilangan penghasilan.
Dokter Tifa, melalui kanal YouTube-nya, menyoroti kemungkinan bahwa banjir di Bekasi bukan sekadar fenomena alam, melainkan bagian dari strategi besar untuk secara perlahan mengosongkan Pulau Jawa.
Ia mengungkapkan bahwa ada yang mencurigakan dalam cara pemerintah menangani banjir ini, terutama jika dikaitkan dengan tren pemindahan industri ke luar Jawa.
Menurut Dokter Tifa, Bekasi bukan sekadar kota biasa. Kota ini merupakan pusat industri terbesar di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara, dengan ribuan pabrik otomotif, elektronik, dan manufaktur yang beroperasi di kawasan industri seperti MM, Jababeka, dan GIIC.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa banjir di Bekasi seolah dibiarkan memburuk tanpa solusi jangka panjang. Drainase yang rusak tidak diperbaiki, tata kota yang buruk tidak ditata ulang, dan langkah konkret untuk mengatasi banjir tampak minim.
“Apakah ini sekadar ketidakmampuan pemerintah atau ada alasan lain?” tanya Dokter Tifa.
Dokter Tifa mengungkapkan bahwa sudah ada kebijakan pemerintah yang mendorong industri besar untuk pindah ke luar Pulau Jawa dengan berbagai insentif, seperti pajak yang lebih ringan serta ketersediaan lahan luas di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra.
Bahkan, kawasan industri baru seperti di Batang, Jawa Tengah, bisa menjadi batu loncatan sebelum relokasi besar-besaran terjadi.
Selain itu, pemerintah juga tengah mengembangkan Green Industries yang lebih cocok ditempatkan di Kalimantan dan Sulawesi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa industri di Jawa—yang sebagian besar dianggap sebagai industri “kotor”—sengaja dibiarkan mengalami degradasi lingkungan, termasuk dengan membiarkan banjir terjadi sebagai bentuk tekanan bagi perusahaan untuk pindah ke luar Jawa. (*)
Bekasi Menuju Kota Mati?
Jika tren ini terus berlanjut, Dokter Tifa memprediksi bahwa kawasan industri di Bekasi akan semakin ditinggalkan dan lambat laun berubah menjadi kota mati. Infrastruktur yang tidak diperbaiki secara serius, fasilitas umum yang terganggu, serta bencana lingkungan yang terus terjadi akan membuat investasi di Bekasi semakin tidak menarik.
“Ketika perusahaan-perusahaan mulai berpikir ulang tentang operasional mereka di Pulau Jawa, mereka akan dengan sukarela pindah ke tempat yang lebih stabil dan memiliki insentif ekonomi yang lebih menarik,” jelasnya.
Lebih jauh, ia juga menyoroti dampak sosial yang mungkin terjadi. Jika industri mulai berpindah ke luar Jawa, maka jutaan pekerja industri di Bekasi akan kehilangan pekerjaan dan secara alami terpaksa mengikuti arus migrasi ke luar pulau.
“Ini bisa menjadi strategi halus untuk mengurangi populasi di Jawa secara organik, tanpa paksaan langsung. Orang akan memilih sendiri untuk keluar karena merasa kondisi di Pulau Jawa semakin tidak kondusif,” tandasnya.
Apakah benar banjir Bekasi merupakan bagian dari skenario besar untuk mengosongkan Pulau Jawa? Atau ini hanyalah bencana alam yang belum tertangani dengan baik? Jawabannya masih menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat.