HERALD.ID – Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gubernur Papua 2025 bakal menjadi ajang tarung ulang antara Benhur Tomi Mano dan Mathius Derek Fakhiri. Setelah kemenangan Benhur-Yeremias dalam Pilkada 2024 dianulir Mahkamah Konstitusi (MK), PDI Perjuangan memasangkan Constant Karma sebagai pendamping baru Benhur, sementara Mathius tetap maju bersama Aryoko Rumaropen.

Keputusan MK yang mendiskualifikasi Yeremias Bisai akibat pelanggaran administrasi menjadi pintu bagi PSU. Kini, Benhur yang semula unggul 7.193 suara harus kembali bertarung untuk membuktikan kekuatannya, sementara Mathius-Aryoko dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus berusaha membalikkan keadaan.

Constant Karma, mantan Wakil Gubernur Papua (2000-2005) dan Pj. Gubernur Papua (2012-2013), dipilih bukan tanpa alasan. Sebagai tokoh senior, kehadirannya diharapkan mampu mengamankan suara di Biak Numfor, daerah kunci yang sebelumnya dikuasai Mathius-Aryoko. “Dengan figur Constant, PDI-P berupaya merebut Biak Numfor dan memperkuat pertahanan di kantong suara lainnya,” ujar pengamat politik Universitas Cenderawasih, Yakobus Richard Murafer.

Sementara itu, bagi Mathius-Aryoko, PSU adalah kesempatan kedua yang tak boleh disia-siakan. Evaluasi besar-besaran di kubu mereka tengah dilakukan, termasuk menggerakkan mesin partai agar lebih efektif. Stigma “partai coklat” yang melekat pada Mathius sebagai mantan Kapolda Papua juga menjadi tantangan tersendiri.

Dengan partisipasi pemilih yang diprediksi turun serta anggaran PSU sebesar Rp 189 miliar, pertarungan Benhur vs. Mathius di tanggal 6 Agustus 2025 mendatang akan menjadi ujian ketahanan politik dan strategi kedua kubu. Mampukah Benhur mempertahankan kemenangannya, atau justru Mathius-Aryoko yang akan melakukan comeback? (*)