HERALD.ID – Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan meminta Pemerintah agar program swasembada pangan tidak hanya fokus pada urusan beras dan jagung.  Sebab banyak petani hidup menggantungkan hidupnya dari komoditi pertanian di luar beras dan jagung

    Johan menjelaskan, tidak semua petani kita hidup dari komoditas beras dan jagung. Karena itu, dia meminta agar program swasembada pangan jangan hanya terlalu fokus kepada beras dan jagung, sementara komoditi pangan lainnya justru dikesampingkan. Sebab persoalan pangan di negara ini, bukan hanya menyangkut dua bahan pokok itu saja.

“Karena dari paparan Pak Menteri ini saya lihat agak sedikit mengesampingkan yang lain ya. Padahal ada kejadian-kejadian banyak di sekitar kita seperti penyakit hewan, soal Permentan Nomor 42 dan 43 tentang hortikultura karena dia bukan merupakan bagian dari semesta pangan yang kita maksud,” ujarnya dalam rapat kerja Komisi IV DPR bersama Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan jajaran, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa 11 Maret 2025.

 Politisi Fraksi PKS ini lalu menyinggung anomali harga pangan dengan stabilitas pasokan. Dia lalu menyoroti klaim terkait produksi beras pada periode Januari-Februari-Maret 2025 yang menurut Menteri Amran merupakan produksi tertinggi 7 tahun terakhir.

Tetapi pada saat yang sama, menurut Johan, itu juga merupakan harga tertinggi beras dalam 7 tahun terakhir. Menurutnya, ini justru menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara produksi, distribusi dan keterjangkauan di tengah-tengah masyarakat. 

“Nah ini kira-kira bagaimana kita mengatur strateginya agar terjadi keseimbangan antara produksi, distribusi dan keterjangkauan itu sebagai satu kesatuan dalam teori ketahanan pangan,” sebutnya.

Politisi asal Nusa Tenggara Barat lalu menyoroti soal gagal panen yang terjadi di sejumlah sentra beras akibat banjir yang menurutnya seakan-akan luput dari perhatian. Padahal intensitas hujan yang tinggi terjadi belakangan ini telah merendam cukup banyak sawah petani.

 “Banjir ini di mana-mana Pak, mengakibatkan rusaknya sentra-sentra beras kita, tenggelamnya, ada yang sudah gagal panen. Kemarin di Dapil saya di Wera Ambalawi itu juga kejadian ya, pusat jagung, pusat padi dan lain sebagainya, itu kemudian tenggelam oleh oleh banjir. Bagaimana kita mengantisipasi ini,” tanyanya.
 
Lebih lanjut, Johan mengatakan tingginya ketergantungan impor pangan ini juga disebabkan karena program swasembada pangan yang dicanangkan Pemerintah terlalu fokus kepada beras dan jagung. Sehingga yang terjadi, ketika ada impor sapi, impor daging, impor susu masuk ke Indonesia, malah dianggap sebagai kebijakan yang biasa saja. Padahal semua komoditi yang diimpor ini adalah pangan yang dibutuhkan masyarakat. 

“Jangan kita memberikan makan kepada anak-anak kita, generasi bangsa kita ini kepada barang-barang impor yang tidak jelas itu. Nah ini bagaimana strategi kita agar kemudian kita tidak tergantung kepada ketergantungan impor pangan ini, terutama komoditas-komoditas yang saya sampaikan tadi,” tambahnya.

Sementara itu Menteri Amran menegaskan pihaknya tidak hanya fokus pada jagung dan beras saja, tetapi fokus juga kepada komoditi lain. Pihaknya memang mendahulukan komoditi beras karena memang merupakan komoditi yang sangat dibutuhkan masyarakat. “Karena kalau daging tersedia, tapi beras tidak tersedia itu masalah besar bagi negara,” tegasnya.

Amran menegaskan, ketika Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menyerang hewan ternak beberapa waktu lalu, pihaknya gerak cepat dengan menggeser anggaran sebesar Rp 100 miliar untuk meredam PMK. “Jadi bukan bahwa fokus pangan ini, yang lain dilupakan. Ini membuktikan bahwa kita peduli pada yang lain tapi ada prioritas yang tidak bisa ditawar, beras,” ujarnya.

Terkait produksi beras awal tahun ini yang merupakan produksi tertinggi selama  7 tahun terakhir ini, ditegaskan Amran, bahwa hal tersebut bukanlah klaim Kementan tetapi berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS). “Itu adalah BPS. kami tidak berhak lagi mengeluarkan data. semua data yang kami masukkan ini masuk harus berdasarkan BPS. “Itu perintah Bapak Presiden. Nggak boleh lagi kita ada dualisme,” tegasnya.

Sementara terkait banjir, Amran memastikan Kementan selalu menyerahkan bantuan kepada petani yang terdampak banjir. Dari 17 ribu hektare luas sawah yang terkendala banjir, pihaknya telah menyalurkan bantuan sebanyak 8.000 hektare, sementara dalam yang dalam proses 9.000 hektare.

“Tetapi Pak Johan kalau bisa jangan dibesar-besarkan karena hanya 0,01 persen, karena yang kita kelola ini 7 juta hektare. Nah inilah media biasa besarkan yang 5 hektare, tapi yang 7 juta tidak dibesarkan. Yang peningkatan 3 juta ton itu tidak mudah Pak,” katanya. 

Untuk itu, dia meminta agar persoalan banjir yang menyerang lahan pertanian ini tidak perlu dibesar-besarkan. Toh semua yang terkena banjirr oleh Kementan sudah pasti diganti. “Tetapi Saran saya Pak Karena dengan situasi sekarang jangan sampai terjadi panik. Jangan karena melihat langsung kaget dan bisa mengejutkan republik ini. Negara kita besar Pak,” tambahnya. (ham/ss)