HERALD.ID, MAKASSAR – Kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa seorang remaja perempuan berinisial AN (16) di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), menghebohkan publik pada Rabu, 12 Maret 2025. Pasalnya, kasus ini melibatkan oknum polisi yang diduga telah menekan korban untuk berdamai dengan pelaku dan menjanjikan uang untuk menutupi permasalahan tersebut.
AN, bersama keluarganya, melaporkan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh kakek sambungnya ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Makassar pada 6 Februari 2025. Namun, bukan mendapatkan keadilan, AN justru mengaku mendapatkan tekanan dari pihak kepolisian yang menangani kasusnya.
Dalam laporan yang disampaikan AN, ia mengungkapkan bahwa pada 11 Maret 2025, dirinya dipanggil ke Gedung Satreskrim Polrestabes Makassar untuk mengikuti pertemuan yang awalnya disebut sebagai bagian dari proses penyelidikan. Namun, pertemuan itu justru berujung pada pemaksaan agar ia berdamai dengan pelaku.
“Saya dipaksa damai dengan pelaku, dalam pertemuan kemarin. Awalnya saya disuruh datang ke kantor (Unit PPA Polrestabes Makassar), kemudian dipanggil lagi bersama ibu dan kakak saya,” kata AN kepada awak media.
AN mengaku dipertemukan dengan Iptu HN, Kanit PPA Polrestabes Makassar. Alih-alih memproses laporan, Iptu HN malah meminta AN untuk menyebutkan nominal uang yang diinginkan sebagai syarat perdamaian.
“Saya disuruh menyebutkan nominal uang agar kasus ini diselesaikan damai. Iptu HN bertanya, berapa yang bisa diberikan pelaku untuk berdamai,” lanjut AN.
Tidak berhenti di situ, AN mengungkapkan bahwa Iptu HN menawarkan uang sebesar Rp10 juta untuk menghentikan proses hukum. Sebagian dari uang tersebut, menurut AN, dijanjikan akan digunakan untuk membeli baju lebaran.
“Dia menawarkan Rp10 juta dari pelaku, yang nantinya dibagi dua, dengan Rp5 juta untuk beli baju lebaran,” jelas AN.
Lebih memprihatinkan, pada saat pertemuan berlangsung, pendamping dari UPTD PPA Makassar yang seharusnya mendampingi AN selama proses hukum, justru tidak diperbolehkan masuk ke ruang pertemuan.
“Pendamping saya dari UPTD tidak diizinkan masuk ke ruangan. Saya tidak tahu alasan mengapa mereka tidak diizinkan,” tambah AN.