HERALD.ID – Dalam pusaran zaman yang terus bergerak maju, bahasa pun ikut bertransformasi. Kata-kata yang dulunya akrab di telinga kini terdengar asing, seolah hanya menjadi gema samar dari masa lalu. Perkembangan teknologi, perubahan gaya hidup, dan arus informasi global telah menggeser kebiasaan berbahasa, mengantarkan sebagian kosa kata ke ambang kepunahan. Fenomena ini tak terhindarkan, meninggalkan jejak sejarah linguistik yang perlahan memudar.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terdapat ratusan kosa kata yang dikategorikan sebagai arkais—kata-kata yang semakin jarang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Kata-kata ini dulunya lekat dalam percakapan masyarakat, namun kini hanya muncul di teks-teks sastra klasik atau perbincangan akademik. Dari 64 kosa kata yang terancam punah, beberapa di antaranya memiliki makna mendalam yang merefleksikan budaya dan nilai-nilai tradisional yang pernah mengakar kuat.
Misalnya, kata “gilir” yang bermakna bergantian dalam suatu urutan, kini lebih banyak digantikan dengan kata “giliran” yang lebih modern. Ada pula “cempala” yang berarti palu kayu, atau “pugar” yang berarti membangun kembali. Kata “tengara” yang mengacu pada tanda atau petunjuk suatu hal pun kian redup dalam penggunaannya. Perlahan, kata-kata ini seperti tenggelam dalam lautan istilah baru yang lahir seiring kemajuan zaman.
Kehilangan kosa kata bukan sekadar perubahan linguistik, tetapi juga potret bagaimana cara manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Kata-kata arkais sering kali menyimpan nuansa emosional dan kultural yang unik. Jika tak ada upaya pelestarian, bukan tidak mungkin generasi mendatang akan kesulitan memahami naskah-naskah lama atau bahkan kehilangan sebagian kekayaan ekspresi bahasa mereka sendiri.
Lantas, bagaimana cara melestarikan kosa kata ini? Salah satu caranya adalah dengan mengintegrasikan kata-kata arkais dalam pembelajaran di sekolah, sastra, dan media digital. Dengan begitu, kata-kata ini tidak hanya bertahan dalam lembaran kamus, tetapi juga tetap hidup dalam percakapan dan tulisan sehari-hari. Karena pada akhirnya, bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga warisan budaya yang perlu dijaga agar tak lenyap ditelan modernisasi.
Berikut adalah 64 contoh kata arkais beserta artinya:
- Abaimana: Kemaluan; Dubur
- Abid: Kekal; Abadi
- Abilah: Penyakit cacar
- Abnus: Kayu arang
- Abun-abun: Angan-angan
- Acik: Kakak perempuan; bibi
- Adicita: Ideologi
- Adiraja: Gelar raja tertinggi
- Ahkam: Hukum; undang-undang
- Aja: Gelar putri bangsawan
- Akil: Berakal; cerdik; pandai
- Alamas: Intan
- Ambah: Pertukangan
- Anggara: Buas; liar
- Angkong: Kereta kuda
- Anju: Maksud; tujuan
- Arai: Takaran beras
- Arip: Sangat mengantuk
- Awai: Melambai; memegang; meraba
- Ayan: Tempat mencuci tangan; cawan
- Badau: Badari
- Bagal: Tangkai mayang
- Bagan: Pangkalan
- Bainah: Bukti yang nyata
- Bakak: Kawin (untuk hewan)
- Balabad: Angin darat; angin pegunungan
- Banat: Memukuli; memalu
- Bandarsah: Surau; langgar; mushola
- Bangakang: Terbengkalai
- Bapang: Bapak
- Baran: Rawa; payau
- Barua: Muncikari
- Baung: Beruang
- Bayata: Anak laki-laki
- Bayati: Anak perempuan
- Bedegap: Kuat; tegap
- Bek: Kepala kampung
- Belangah: Ternganga; melanga
- Beloh: Bodoh; dungu; tolol
- Benara: Menara
- Bengah: Sombong; angkuh
- Berlau: Biru belau
- Cagut: Memagut; mencatuk; mematik
- Caring: Melanggar
- Celih: Malas-malasan
- Celapak: Mengangkangi
- Cerabih: Bercakap-cakap tidak keruan; banyak omong; berseloroh
- Ceratai: Menceritakan; mempercakapkan dengan ramai
- Comor: Kotor sekali
- Dabik: Memukul
- Dabir: Penulis
- Damal: Maju perlahan-lahan (tentang kapal)
- Dangkar: Menggulung
- Dawat: Tinta
- Dayus: Hina budi pekerti
- Dedar: Berasa panas (tentang badan)
- Dergama: Fitnah
- Eboni: Kayu keras
- Embal: Lembap
- Erot: Memencongkan mulut
- Gandringan: Rapat; pertemuan
- Gegadan: Patut; layak
- Geligi: Menggigil
- Gerda: Garuda. (*)