HERALD.ID, JAKARTA – Pengamat ekonomi dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), Fandy Thesna Widya, menyoroti peran Hary Tanoesoedibjo dalam kasus dugaan sertifikat deposito palsu atau Negotiable Certificate of Deposit (NCD).

Ia meminta agar Hary Tanoe dan kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, terbuka mengenai posisi mereka dalam perkara ini.

“Kalau memang hanya sebagai arranger, siapa pihak yang mengatur? Berapa fee yang diterima? Harus jelas,” ujar Fandy saat ditemui wartawan, Kamis (13/3/2025).

Kasus ini bermula dari pertukaran NCD senilai 28 juta dolar AS antara Hary Tanoe dan PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP). Namun, Bank Indonesia menolak pencairan NCD tersebut karena tidak terdaftar dan melanggar ketentuan, termasuk jatuh tempo lebih dari satu tahun serta penggunaan mata uang dolar AS, bukan rupiah, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran BI Nomor 21/27/UPG Tahun 1988.

Fandy juga membantah keterlibatan Komisaris CMNP, Jusuf Hamka, dalam perkara ini. Menurutnya, gugatan hukum yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan laporan ke Polda Metro Jaya dilakukan oleh CMNP sebagai perusahaan, bukan oleh Jusuf Hamka secara pribadi.

“Yang menggugat itu CMNP, bukan Jusuf Hamka. Jadi, tuduhan terhadap Jusuf Hamka tidak berdasar,” tegasnya.

Terkait klaim Hotman Paris bahwa kasus ini telah kedaluwarsa, Fandy merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 118/PUU-XX/2022 yang menyatakan bahwa kasus pemalsuan atau perusakan mata uang baru dihitung sejak barang tersebut digunakan. Dengan demikian, laporan yang dibuat CMNP tetap sah secara hukum.

Selain itu, ia mengkritik pemahaman Hotman Paris tentang perbedaan antara NCD dan Zero Coupon Bond (ZCB). “NCD bukan surat utang obligasi seperti ZCB. Ini dua instrumen keuangan yang berbeda,” kata Fandy.

Kasus ini mencuat setelah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) CMNP pada Desember 2024 mengungkap dugaan pemalsuan NCD senilai 28 juta dolar AS dalam transaksi antara CMNP dan PT MNC Asia Holding Tbk (dulu Bhakti Investama). Berdasarkan informasi dari Bank Indonesia, tidak ada penerbitan NCD dalam mata uang dolar AS sejak 2003.

Gugatan CMNP terhadap Hary Tanoe dan MNC Asia Holding didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 142/Pdt.G/2025/PN Jkr.Pst pada 28 Februari 2025. CMNP juga menggugat Tito Sulistio dan Teddy Kharsadi sebagai pihak terkait.

Akibat kasus ini, CMNP mengklaim mengalami kerugian hingga Rp 103,4 triliun, berdasarkan bunga 2 persen per bulan sejak transaksi terjadi pada 1999.

Sementara itu, Hotman Paris bersikeras bahwa Hary Tanoe hanya bertindak sebagai perantara dalam transaksi NCD yang diterbitkan oleh PT Unibank. Namun, CMNP membantah dan menegaskan bahwa NCD merupakan instrumen keuangan berbentuk ‘atas bawa’ (to bearer), yang berarti siapa pun yang membawa dan menyerahkannya adalah pemiliknya. Menurut CMNP, Hary Tanoe sendiri yang menyerahkan NCD tersebut kepada mereka. (*)