HERALD.ID, YOGYAKARTA – Dua bersaudara asal Gunungkidul, Yogyakarta, terungkap sebagai pengedar uang palsu (upal) yang berhasil diringkus oleh pihak kepolisian. Mereka adalah DF, warga Kepek II, Wonosari, dan adiknya, DP, warga Selang, Bendungan, Karangmojo. Keduanya kini mendekam di penjara setelah terlibat dalam peredaran uang palsu senilai ratusan juta rupiah.

Kapolsek Tanjungsari, AKP Agus Fitriyana, menjelaskan kedua pelaku telah berulang kali melakukan transaksi dengan uang palsu, yang totalnya mencapai Rp 125 juta. Mereka diketahui membeli uang palsu secara daring melalui aplikasi Telegram, dengan harga Rp 1 juta untuk memperoleh uang palsu senilai Rp 5 juta hingga Rp 7 juta.

“Mereka mencari warung atau toko untuk bertransaksi menggunakan uang palsu tersebut. Dalam transaksi ini, mereka mendapat kembalian uang asli,” ungkap AKP Agus, Jumat 14 Maret 2025.

Menurut keterangan pelaku, mereka mengedarkan uang palsu di wilayah Gunungkidul dan Jawa Tengah. Hingga saat ini, mereka sudah menjalankan lebih dari 25 transaksi dengan total uang palsu yang beredar mencapai lebih dari Rp 175 juta. Namun, saat ditangkap, uang palsu yang tersisa hanya sekitar Rp 1,8 juta.

Modus mereka semakin meluas, bahkan uang palsu yang mereka edarkan juga sampai dijual ke Pulau Kalimantan. Setiap transaksi, mereka menjual uang palsu dengan nilai Rp 1 juta untuk memperoleh Rp 5 juta uang palsu.

Keduanya tertangkap setelah mengalami kecelakaan tunggal di Tanjungsari, Gunungkidul. Polisi yang datang ke lokasi kejadian kemudian mengamankan mereka setelah mendapatkan informasi terkait aktivitas ilegal mereka.

Atas perbuatannya, DF dan DP disangkakan dengan Pasal 26 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Ancaman hukumannya pun cukup berat, yakni maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 50 miliar.

Peredaran uang palsu yang dilakukan oleh kakak beradik ini membuka jaringan kejahatan baru yang memanfaatkan teknologi online untuk mengedarkan mata uang ilegal. Polisi masih terus mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap jaringan yang lebih luas. (*)

Penulis: Olivia Rianjani