HERALD.ID – George Quek Meng Tong bukanlah nama yang asing dalam dunia bisnis kuliner Asia. Pendiri BreadTalk Group ini memulai segalanya dari nol, bahkan dari sesuatu yang mungkin tak pernah diduga—jualan permen tradisional. Dari jalanan Taipei hingga bursa saham Singapura, perjalanannya adalah kisah penuh tekad dan inovasi.

Lahir pada 1957 di Singapura dari keluarga sederhana, Quek tumbuh dengan kedisiplinan seorang ayah yang beralih dari petani sayur menjadi nelayan. Sejak kecil, ia tak menonjol, pemalu, dan lebih banyak menyalurkan minatnya pada seni. Namun, hidup tak membiarkan dirinya sekadar menjadi seniman biasa. Ia harus berjuang.

Setelah lulus dari Xinmin Secondary School, ia sempat belajar di Singapore Art Academy, menyambung hidup dengan menjadi teknisi kabel. Namun, langkah hidupnya berbelok tajam saat memutuskan bergabung dengan dinas militer Singapura. Lima tahun berseragam, ia mencapai pangkat sersan mayor, namun merasa jiwanya terkekang. Ia butuh lebih. Ia butuh ruang untuk berkembang.

Pada 1982, dengan tekad membara, Quek terbang ke Taiwan. Awalnya, ia berniat melanjutkan studi seni, tetapi justru menemukan jalannya di tengah riuh pusat perbelanjaan Taipei, menjajakan ‘permen jenggot naga’—sejenis permen tradisional yang dibuat dari gula yang ditarik halus hingga menyerupai helai rambut. Bersama sang istri, Katherine Lee Lih Leng, ia merintis bisnis kecil ini dengan modal pinjaman dari sang ayah. Tak mudah, tapi ia tahu bagaimana membaca pasar. Dengan strategi pemasaran jitu dan penyesuaian harga yang tepat, kiosnya berkembang pesat, menghasilkan laba hingga USD240.000 per bulan.

Keberhasilan ini memberinya keberanian untuk membawa cita rasa kampung halamannya ke Taiwan. Ia membuka kedai ‘Singa’, menawarkan mie bak chor mee khas Singapura. Namun, eksperimen pertamanya gagal. Tiga bulan saja, kedai itu terpaksa tutup. Tapi kegagalan bukan alasan untuk menyerah. Ia kembali, kali ini dengan strategi lebih matang—menggandeng koki berpengalaman, menambah menu seperti sate, nasi ayam Hainan, dan mie udang. Taruhannya terbayar. Kedai yang semula gagal justru berkembang menjadi 21 cabang di Taiwan.