HERALD.ID, JENEWA–Laporan PBB yang baru menemukan bahwa Israel melakukan tindakan genosida dengan sengaja menargetkan fasilitas fertilitas dengan tujuan mencegah kelahiran di antara warga Palestina di Gaza. Laporan tersebut juga merinci pelecehan seksual sistematis terhadap warga Palestina.
Laporan baru yang dirilis oleh Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB tentang Wilayah Palestina yang Diduduki menuduh Israel secara sistematis menggunakan kekerasan seksual, reproduksi, dan berbasis gender terhadap warga Palestina selama serangannya di Gaza.
Temuan tersebut, yang disajikan bersamaan dengan sidang dengar pendapat publik di Jenewa, juga menyoroti penghancuran sistematis fasilitas perawatan kesehatan reproduksi di Gaza dan menggambarkan strategi yang lebih luas untuk melemahkan penentuan nasib sendiri Palestina.
Laporan tersebut menemukan bahwa tindakan Israel telah mencapai tindakan genosida menurut hukum internasional, selain kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Menurut laporan tersebut, kejahatan ini termasuk ketelanjangan paksa, pelecehan seksual, dan bentuk-bentuk perlakuan tidak manusiawi lainnya yang dilakukan atas perintah atau dengan persetujuan tersirat dari para pemimpin senior militer dan sipil Israel.
Laporan itu menurut Mondoweiss menyimpulkan bahwa penghancuran fasilitas kesehatan reproduksi yang disengaja, dikombinasikan dengan pembatasan bantuan kemanusiaan, merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di antara warga Palestina di Gaza, yang disebut laporan tersebut sebagai tindakan genosida berdasarkan Statuta Roma dan Konvensi Genosida.
Komisi tersebut menambahkan bahwa ini dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza sebagai suatu kelompok dan bahwa ini adalah satu-satunya kesimpulan yang dapat ditarik secara wajar dari tindakan yang dimaksud.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membantah laporan tersebut dan menyebut temuannya sebagai kebohongan. Ia mengatakan bahwa bukanlah suatu kebetulan bahwa Israel menarik diri sebulan lalu dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC), yang juga disebutnya antisemit. UNHRC, yang berpusat di Jenewa, adalah badan internasional yang memberi mandat kepada Komisi Penyelidikan yang menyusun laporan tersebut.
Diterbitkan pada hari Kamis, laporan PBB tersebut merupakan bagian dari investigasi yang sedang berlangsung terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Wilayah Palestina yang Diduduki, termasuk Yerusalem Timur.
Komisi tersebut sebelumnya telah melaporkan berbagai isu seperti blokade Gaza dan dampak operasi militer terhadap warga sipil Palestina. Laporan terbaru ini mengalihkan fokus ke kekerasan seksual dan berbasis gender, dengan menghadirkan bukti baru bahwa praktik-praktik tersebut merupakan unsur yang disengaja dari serangan Israel terhadap Gaza.
Selama sidang dengar pendapat publik yang diadakan di Jenewa pada tanggal 11 Maret – 12 Maret, Komisi mendengarkan kesaksian yang mengerikan dari para korban, saksi, dan profesional medis.
Para penyintas menggambarkan berbagai tindakan kekerasan, termasuk kekerasan seksual dan penargetan bangsal bersalin dan klinik kesehatan reproduksi. Laporan tersebut mencatat bahwa pelanggaran-pelanggaran ini tidak hanya menyebabkan kerugian fisik dan psikologis secara langsung, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental dan prospek kesuburan warga Palestina sebagai suatu bangsa.
Laporan tersebut menyoroti kasus pusat IVF Basma, pusat reproduksi utama di Gaza yang diserang oleh pasukan Israel pada bulan Desember 2023, yang menghancurkan 4.000 embrio serta 1.000 sampel sperma dan sel telur yang tidak dibuahi, yang merupakan semua materi genetik di pusat tersebut.
Pusat IVF Basma melayani 2.000 hingga 3.000 pasien per bulan, dengan melakukan 70 hingga 100 prosedur setiap bulan. Analisis dalam laporan tersebut menunjukkan adanya penargetan yang disengaja terhadap pusat tersebut oleh pasukan Israel, tanpa bukti yang kredibel bahwa pusat tersebut merupakan target militer.
Laporan tersebut juga menunjukkan beberapa kasus penolakan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi melalui pengepungan dan penghancuran jalan, seperti dalam kasus bagian bersalin Rumah Sakit Al-Awda, bangsal bersalin terbesar di Gaza utara.
Rumah sakit kehabisan bahan bakar untuk generatornya saat kelebihan kapasitas dengan 15.577 pasien bersalin dari 7 Oktober hingga 23 Desember 2023 dengan 75 tempat tidur. Pada akhir Februari 2024, rumah sakit menghentikan sebagian operasinya karena kekurangan bahan bakar. Dokter melaporkan kepada komisi bahwa beberapa wanita hamil harus berjalan hingga empat kilometer untuk mencapai rumah sakit. (ilo)