HERALD.ID, JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Jimly Asshiddiqie, menilai bahwa kasus dugaan obstruction of justice yang menjerat Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, seharusnya tidak ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurutnya, kasus ini lebih tepat ditangani oleh Kejaksaan karena unsur korupsinya tidak signifikan.

“Kasus Hasto ini kan mudah sekali dipolitisasi. Kalau kita lihat, ada unsur suap, tapi jumlahnya hanya puluhan juta, bukan miliaran. Kalau saya jadi Ketua KPK, saya tidak akan menangani kasus ini sendiri. Saya akan koordinasikan dengan kepolisian dan kejaksaan,” ujar Prof Jimly saat jadi narasumber di Youtube Datu Creator.

Jimly menegaskan bahwa fokus utama dalam kasus ini adalah dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait dengan buron Harun Masiku.

Oleh karena itu, menurutnya, KPK seharusnya lebih mengutamakan koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya daripada menangani kasus ini secara langsung.

“Kalau memang ada unsur korupsi, ya itu urusan kejaksaan. KPK menangani kasus ini justru berisiko menimbulkan ketidakpercayaan publik karena bisa dipolitisasi. Lebih baik fokus saja untuk menemukan Harun Masiku yang sampai sekarang belum tertangkap,” lanjutnya.

Diketahui, Hasto Kristiyanto didakwa menghalangi penyidikan kasus suap yang melibatkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan buronan Harun Masiku.

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkap bahwa Hasto diduga menitipkan uang Rp400 juta untuk pengurusan kasus Harun melalui staf pribadinya, Kusnadi.

Jaksa memaparkan bahwa pada Desember 2019, Hasto menghubungi kader PDI-P, Saeful Bahri, dan meminta bantuan untuk meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR lewat mekanisme pergantian antar waktu (PAW).

Saeful, yang sudah divonis bersalah dalam kasus suap terhadap Wahyu Setiawan, disebut menerima uang titipan Rp400 juta dari Hasto melalui Donny Tri Istiqomah.

“Hasto menyampaikan ada dana sebesar Rp600 juta. Sebagian digunakan untuk kepentingan internal partai, dan Rp400 juta lainnya untuk diserahkan ke Donny Tri Istiqomah melalui Kusnadi,” ungkap jaksa di persidangan.

Jaksa juga mengungkap bahwa uang tersebut kemudian ditukar ke dalam mata uang Dolar Singapura sebelum diserahkan kepada Wahyu Setiawan.

Jimly Asshiddiqie menilai bahwa kasus Hasto semakin menjadi perbincangan karena adanya dugaan keterkaitan dengan dinamika politik nasional.

Ia menyoroti bagaimana hubungan antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Presiden terpilih Prabowo Subianto kerap dikaitkan dengan spekulasi hukum.

“Banyak yang bilang bahwa dengan membaiknya hubungan Bu Mega dan Pak Prabowo, maka Hasto akan mendapat perlindungan. Ini adalah pemikiran yang berlandaskan cocokologi atau kirologi, bukan fakta hukum,” ujar Jimly.

Menurutnya, ruang publik di Indonesia masih dipenuhi oleh opini yang tidak berdasarkan kritik kebijakan, tetapi lebih mengarah pada serangan pribadi. Hal ini, kata dia, tidak sehat bagi demokrasi.

“Daripada terus berkutat pada isu siapa yang dilindungi dan siapa yang tidak, lebih baik kita fokus pada kebijakan-kebijakan yang bisa dikritisi dengan objektif,” tegasnya. (*)