HERALD.ID – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam pada perdagangan Selasa, 18 Maret 2025. IHSG ditutup anjlok 248,55 poin atau 3,84% di level 6.223,38, setelah sempat jatuh hingga menyentuh titik terendah di 6.011,84.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi penyebab turunnya IHSG. Ia menyebutkan bahwa pasar masih menunggu hasil dari dua pertemuan penting yang akan berlangsung dalam minggu ini, yaitu Federal Open Market Committee (FOMC) dan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI).

“Kita lihat secara global, besok ada pertemuan FOMC, yang tentu membuat pasar menunggu arah kebijakan dari AS. Selain itu, Rapat Gubernur BI juga akan jadi perhatian publik,” ujar Airlangga di Jakarta, Selasa (18/3/2025).

Selain faktor global, Airlangga juga menyoroti adanya penurunan tajam pada sejumlah saham yang disebabkan oleh laporan keuangan atau informasi tertentu yang telah dirilis perusahaan kepada publik.

“Beberapa saham mengalami penurunan cukup dalam, ini juga turut mempengaruhi IHSG,” tambahnya.

Pada perdagangan hari itu, IHSG sempat terperosok lebih dari 5%, yang memicu pemberlakuan trading halt (penghentian sementara perdagangan) pada pukul 11:19:31 WIB. Hal ini dilakukan sesuai dengan regulasi yang diterapkan sejak pandemi Covid-19. Airlangga pun mengungkapkan bahwa aturan trading halt ini perlu dikaji ulang.

“Regulasi trading halt 5 persen itu sebenarnya diberlakukan pada masa pandemi Covid-19. Tentu sekarang sudah saatnya untuk meninjau kembali regulasi tersebut,” kata Airlangga.

Pada perdagangan hari itu, sentimen negatif mendominasi pasar modal Indonesia. Sebanyak 554 saham melemah, 118 saham menguat, dan 139 saham stagnan, menandakan ketidakpastian pasar yang masih berlangsung. Ketidakpastian ini semakin besar menjelang keputusan kebijakan moneter yang akan diambil oleh Federal Reserve dan Bank Indonesia.

Para pelaku pasar kini masih menunggu arahan dari dua lembaga tersebut untuk menentukan arah kebijakan ekonomi selanjutnya yang dapat berdampak pada perekonomian Indonesia dan pasar saham domestik.

Dalam kondisi seperti ini, investor disarankan untuk tetap berhati-hati dan mencermati perkembangan global maupun kebijakan domestik yang akan mempengaruhi pasar modal. (*)