HERALD.ID, JAKARTA — Pergerakan saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) menarik perhatian para investor dalam beberapa hari terakhir.
Meskipun kondisi pasar cenderung mengalami tekanan, saham SIDO masih menunjukkan ketahanan dan peluang kenaikan dalam jangka pendek.
Pada perdagangan terbaru, SIDO mencatat kenaikan tipis sebesar 0,93% ke level Rp545. Saham ini sempat menyentuh harga terendah di Rp515 sebelum akhirnya ditutup lebih tinggi.
Secara teknikal, saham ini masih bertahan di zona support Rp550-Rp560, meskipun belum sepenuhnya menunjukkan tren bullish.
Salah satu faktor yang mendukung potensi penguatan SIDO adalah rencana buyback saham. Perusahaan dikabarkan tengah mengajukan persetujuan untuk melakukan buyback senilai Rp300 miliar.
Langkah ini diharapkan dapat menjaga stabilitas harga saham serta memberikan kepercayaan lebih kepada investor.
Selain itu, akumulasi yang dilakukan oleh pengendali saham SIDO semakin memperkuat indikasi bahwa saham ini masih memiliki potensi naik.
Tercatat, seorang direktur perusahaan membeli 400.000 lembar saham pada 13 Maret dengan harga Rp555 per lembar. Langkah ini menunjukkan adanya kepercayaan terhadap prospek jangka panjang saham SIDO.
Dari sisi pergerakan investor asing, akumulasi mulai terlihat setelah sebelumnya mengalami tekanan jual. Hal ini menandakan adanya ketertarikan kembali dari investor untuk mengoleksi saham SIDO di harga bawah. Sementara itu, data dari broker summary menunjukkan adanya peningkatan transaksi beli dalam jumlah yang cukup besar.
Secara teknikal, selama harga saham SIDO mampu bertahan di atas Rp550, masih ada peluang untuk bergerak naik menuju resistance terdekat di level Rp580.
Jika berhasil menembus level ini, potensi kenaikan menuju Rp605 juga terbuka. Namun, jika tekanan jual kembali meningkat dan saham turun di bawah Rp550, pergerakan bisa cenderung sideways atau mengalami koreksi lebih lanjut.
Bagi investor jangka pendek, SIDO masih menarik untuk dipantau, terutama bagi yang ingin memanfaatkan momentum buyback dan akumulasi yang masih berlangsung.
Namun, tetap diperlukan strategi manajemen risiko yang baik, mengingat kondisi pasar yang masih fluktuatif. (*)