HERALD.ID, JAKARTA — Suasana duka menyelimuti keluarga Rizkil Watoni, warga Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara. Kepergiannya yang mendadak dan misterius meninggalkan banyak pertanyaan.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai PPPK di Dinas PUPR Lombok Utara itu ditemukan tewas dalam kondisi gantung diri, tak lama setelah diduga mengalami tekanan berat akibat kasus yang menjeratnya.
Ayahnya, Nasruddin, menjadi saksi pertama yang menemukan anak keduanya dalam kondisi tak bernyawa di rumahnya.
Saat itu, ia berniat mengajak Rizkil berbuka puasa bersama, namun tak ada jawaban saat pintu diketuk berkali-kali.
Dengan perasaan cemas, ia akhirnya membuka pintu menggunakan kunci cadangan, dan mendapati pemandangan memilukan.
Keluarga menduga kuat kematian Rizkil bukan sekadar kasus bunuh diri biasa.
Mereka meyakini tekanan mental akibat dugaan pemerasan oleh oknum kepolisian di Polsek Kayangan menjadi pemicu utama tragedi ini.
Nasruddin pun menceritakan kronologi yang diyakininya sebagai awal mula peristiwa tragis tersebut.
Pada 7 Maret 2025, Rizkil berbelanja di Alfamart Kayangan untuk membeli bahan jualan.
Tanpa sengaja, ia membawa ponsel yang ternyata bukan miliknya, karena bentuk dan warnanya serupa.
Ia baru menyadari hal tersebut saat ada panggilan masuk di perjalanan.
Berencana mengembalikannya keesokan harinya, Rizkil akhirnya mengembalikan ponsel tersebut langsung kepada pemiliknya, Raden Faozani, pada malam harinya.
Namun, hanya berselang 20 menit setelah pengembalian, polisi datang dan langsung membawanya untuk menjalani pemeriksaan.
Rizkil merasa diperlakukan seperti pelaku kejahatan meskipun ia sudah menyerahkan barang tersebut secara sukarela.
Dalam pemeriksaan, ia mengaku dipaksa mengaku sebagai pencuri dan bahkan dimintai sejumlah uang.
Kasus ini sempat dimediasi oleh kepala dusun dan warga setempat. Perdamaian tertulis pun dibuat antara Rizkil dan pemilik ponsel, serta disepakati bahwa masalah ini cukup diselesaikan di tingkat polsek tanpa perlu berlanjut ke Polres Lombok Utara.
Namun, tekanan terhadap Rizkil terus berlanjut, hingga ia mengungkapkan kepada sang ayah bahwa dirinya lebih memilih mati daripada harus mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.
Nasruddin yakin bahwa beban mental yang dipikul anaknya menjadi penyebab utama kematiannya.
“Anak saya sudah dibunuh batinnya, pikirannya, psikologinya,” ujarnya dengan suara bergetar.
Kematian Rizkil Watoni memicu amarah warga. Pada Senin malam, 17 Maret 2025, massa yang geram menyerang Mapolsek Kayangan. (*)