HERALD.ID, MAKASSAR – Memalukan. Dia adalah Iptu HN. Dia baru saja dicopot dari jabatannya sebagai Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Makassar.
IP HN terbukti melakukan pelanggaran kode etik Polri. Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana mengatakan, Iptu HN diduga berupaya mengatur perdamaian dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang sedang ditangani.
“Yang bersangkutan (Iptu HN) sudah dicopot dari jabatannya melalui (Telegram) TR yang saya tanda tangani sehari setelah berita pertama keluar,” kata Arya, Selasa, 18 Maret 2025.
Kasus yang melibatkan korban berinisial AN (16) saat ini masih dalam tahap penyelidikan oleh Propam Polrestabes Makassar.
“Ada dugaan tindakan yang melanggar kode etik dalam rangka perdamaian pelapor dan terlapor. Namun, belum ada uang yang dikeluarkan baik oleh korban maupun pelaku,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan menangani kasus ini secara tegas dan transparan.
Dengan adanya pencopotan ini, diharapkan proses penyelidikan dapat berjalan dengan adil dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Pemeriksaan yang bersangkutan akan dilanjutkan sampai tuntas,” tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa seorang remaja perempuan berinisial AN (16) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) kini heboh, Rabu 12 Maret 2025.
Pasalnya dalam kasus tersebut menyeret oknum polisi setelah korban mengaku dipaksa berdamai oleh penyidik.
AN dan keluarganya telah melaporkan kasus ini ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Makassar pada 6 Februari 2025.
Dalam laporan tersebut, AN mengaku kakek sambungnya sebagai pelaku pelecehan seksual.
Selain ke kepolisian, AN juga mengadu ke UPTD PPA Makassar untuk mendapatkan perlindungan.
Namun, bukannya mendapat keadilan, AN mengaku justru mengalami tekanan dari oknum polisi yang menangani kasusnya.
Hal ini terungkap saat AN dipanggil ke Gedung Satreskrim Polrestabes Makassar, Selasa 11 Maret 2025, untuk mengikuti pertemuan yang diklaim sebagai bagian dari proses penyelidikan.
“Saya dipaksa damai dengan pelaku, pertemuan kemarin. Awalnya itu saya disuruh ke sana ke kantor (unit PPA Polrestabes Makassar), setelah itu saya dipanggil sama ibu, kakak saya menghadap,” kata AN kepada awak media.
AN mengaku, dalam pertemuan tersebut, dirinya berhadapan langsung dengan Iptu HN yang merupakan Kanit PPA Polrestabes Makassar.
Bukannya memproses laporan, Iptu HN justru memintanya menyebut nominal uang yang diinginkan agar kasus diselesaikan secara damai.
“Saya disuruh sebut nominal untuk dikasi damai, jadi dia (Iptu HN) bilang berapa mampunya pelaku untuk bayar supaya harus damai,” ucap AN.
Tak hanya itu, AN juga menyebut, Iptu HN sempat menawarkan uang senilai Rp10 juta agar kasus ini tidak dilanjutkan.
Bahkan, menurut AN, uang tersebut nantinya akan dibagi dua, di mana Rp5 juta disebut-sebut untuk membeli baju lebaran.
“Terus dia menawarkan kalau dia mau mintakan uang Rp10 juta ke pelaku, baru katanya nanti dibagi dua. Saya disuruh beli baju lebaran pake uang Rp5 juta,” kata AN.
Pasalnya, saat pertemuan berlangsung, pendamping dari UPTD PPA Makassar yang seharusnya mendampingi AN malah tidak diperbolehkan masuk.
“Pendamping saya juga yang dari UPTD tidak dibiarkan masuk ke ruangan. Saya juga kurang tau kenapa tidak dikasi masuk,” ujarnya.
Menanggapi laporan tersebut, Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana mengatakan pihaknya tengah mendalami kasus ini.
Arya memastikan, Propam Polrestabes Makassar sudah mengambil langkah tegas.
“Dari kami sudah melakukan tindakan. Kita langsung turun Paminal langsung periksa, kalau sampai terbukti kita akan berikan sanksi, nanti kita lihat kesalahannya, kan ada sidang kode etik dan sidang disiplin,” tegas Arya.
Ia menambahkan, proses pendalaman dan pengumpulan keterangan dari keluarga korban masih berjalan.
“Nanti kita lihat apakah informasi berita itu benar atau salah, kita akan dalami,” tutup Arya. (gun/ss)
Penulis: Muhammad Nur