HERALD.ID, JAKARTA — Pemerintah terus mendorong Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai salah satu strategi utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Program ini diklaim mampu menciptakan jutaan lapangan kerja serta menekan angka kemiskinan.

Namun, di balik optimisme tersebut, muncul berbagai tantangan yang perlu diatasi agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut bahwa kebijakan ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tetapi juga membuka jutaan lapangan kerja baru.

“Dampak MBG ini sangat luar biasa terhadap pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, serta ekosistem yang terbangun. Selain itu, program ini juga berkontribusi pada penurunan angka kemiskinan,” ujar Luhut dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (19/3/2025).

Menurut kajian yang disampaikan oleh anggota DEN, Arief Anshory Yusuf, program MBG mampu menciptakan hingga 1,9 juta lapangan kerja baru. Selain itu, kebijakan ini diperkirakan dapat menurunkan tingkat kemiskinan hingga 5,8 persen.

“Program ini sangat pro-job dan pro-poor. Dari sisi tenaga kerja, MBG mampu menyerap hampir dua juta tenaga kerja baru. Sementara itu, dampaknya terhadap pengentasan kemiskinan juga signifikan, dengan potensi penurunan hingga 5,8 persen,” jelas Arief.

Lebih lanjut, Arief menyebut bahwa program ini juga berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Ia mencontohkan bahwa keluarga dengan tiga anak bisa mendapatkan tambahan pendapatan hingga Rp600.000 per bulan melalui skema MBG.

Selain manfaat ekonomi, pemerintah juga memastikan pengawasan ketat terhadap implementasi program ini. Audit rutin akan dilakukan untuk memastikan transparansi serta mencegah kebocoran anggaran dan penyimpangan dalam distribusi bahan pokok.

“Kita akan melakukan business process review dan audit berkala oleh BPKP. Selain itu, peran serta masyarakat juga diperlukan untuk mengawasi jalannya program ini agar tetap sesuai dengan tujuan awal,” tambah Arief.

Tantangan dalam Implementasi

Meski berpotensi memberikan dampak positif, pelaksanaan MBG tidak lepas dari kritik. Salah satu kendala utama adalah dominasi pengusaha bermodal besar dalam pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum MBG.

Hal ini dikhawatirkan menutup peluang bagi UMKM untuk berpartisipasi dalam program tersebut, sehingga manfaat ekonominya tidak merata.

Selain itu, beberapa insiden seperti kasus keracunan makanan di sejumlah daerah menimbulkan pertanyaan mengenai kualitas pengawasan dan standar kebersihan dalam distribusi makanan.

Jika masalah-masalah ini tidak segera ditangani, keberhasilan program MBG dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat bisa berkurang drastis.